ARTIKEL
"PENERAPAN
NILAI DEMOKRASI DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA"
Oleh :
Taufik Hidayat
NIM : 1610112210028
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
JURUSAN ILMU
PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
LAMBUNG MANGKURAT
SEPTEMBER 2017
Demokrasi
menurut asal kata berarti ‘rakyat berkuasa’ atau government or rule by the peoople. Demokrasi berassal dari bahasa
Yunani demos berarti ‘rakyat’ kratos/kratain berarti
kekuasaan/berkuasa.
Demokrasi
juga dapat diartikan sebagai sebuah sistem yang meliputi persaingan efektif
diantara partai-partai politik untuk memperebutkan posisi kekuasaan. Dalam
demokrasi ada pemilihan umum yang teratur dan jurdil yang didalamnya semua
anggota masyarakat dapat ambil bagian. Hak-hak partisipasi demokratis ini
berjalan seiring dengan kebebasan warga negara (civil liberties) kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan
berdiskusi, beserta kebebasan untuk membentuk dan bergabung dengan kelompok
atau asosiasi politik.
Prayitno
juga menyebutkan bahwa demokrasi berasal dari bahasa Yunani demos yang berarti
rakyat dan kratos yang berarti kekuasaan. Sehingga konsep dasar demokrasi
adalah rakyat berkuassa (government or
rule by the people). Demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat, kekuasaan
tertinggi berada ditangan rakyat dan dijalanka langsung oleh mereka atau oleh
wakil-wakil yang mereka pilih dibawah sistem pemerintahan bebas.
Abraham
Lincoln, mengartikan bahwa demokrasi adalah government
of the people, by the people,, for the people, yakni suatu pemerintahan dar
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Menurut konsep demokrasi, kekuasaan
menyiratkanarti politik dan pemerintahan, sedangkan rakyat beserta warga
masyarakat yang didefinisikan sebagai warganya. Kenyataannya, baik dari segi
konsep maupun praktik, demos menyiratkan makna diskriminatif. Karena demos
bukanlah rakyat secara keseluruhan, tetapi hanya populus tertentu, yakni mereka
yang berdasarkan tradisi atau kesepakatan formal dari para pengontrol akses ke
sumber-sumber kekuasaan, yang diakui dan bisa mengklaim memiliki hak-hak
perogatif dalam proses pengambilan/pembuatan keputusan menyangkut urusan publik
atau pemerintahan.
Dalam
perspektif teoritis, demokrasii sering dipahami sebagai mayoritarianisme, yaitu
kekuasaaan oleh mayoritas rakyat lewat wakil-wakilnya yang dipilih melalui
proses pemilihan demokratis, sehingga munncul pertanyaan dari Syamsuddin
betulkah bahwa kemayoritassan identik dengan kebenaran ? dalam perspektif
filosofis jawaban atass pertanyaan tersebut negatif. “apa yang disukai orang
banyak tidak sama dengan apa yang banyak disukai.” Baik kekuasaan maupun
kemayoritasan identik dengan kebenaran. Proses poliik acapkali membawa
kekuasaan memutuskan kesukaannya tanpa memperhatikan kebenaran,apalagi jika
proses politik itu sendiri dijalannya atas kesukaan kekuasaan.
Plato
memandang demokrasi dekat dengan tirani, dan cenderung menuju tirani. Ia juga
berpendapat bahwa demokrasi merupakan yang terburuk dari semua pemerintahan
yang berdasarkan hukum dan yang terbaik dari semua pemerintahan yangtidak
mengenal hukum. Sedangkan Aristoteles melihat demokrasi sebagai bentuk
kemunduran politea, daan yang paling dapat ditolerir dari ketiga bentuk
pemerintahan yang merosot; dua yang lain adalah tirani dan oligarki.
Sistem
demokrasi, awalnya terdapat dinegara kota Yunani kuno (abad ke-6 sampai abad
ke-3 SM) meruppakan demokrasi langsung (direct
democracy) yaitu suatu bentuk pemerintahan di mana hak untuk membuat
keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga
negara yang berindak berdasrakan prosedur mayoritas. Sifat langsung dari
demokrasi Yunani dapat diselenggarakan secara efektif karena berlangsung dalam
kondisi yang sederhana, wilayahnya terbatas serta jumlah penduduk sedikit. Lagi
pula ketentuan-ketentuan demokrasi hanya berlaku untuk warga negara yang resmi,
yang hanya merupakan bagian kecil saja dari penduduk. Untuk mayoritas yang
terdiri dari budak belian dan pedagang asing demokrasi tidak berlaku. Dalam
Negara modern demokrasi tidak lagi bersifat langsung tetapi bersifat demokasi
berdasarkan perwakilan.
Dipandang
dari sudut perkembangan demokrasi sejarah Indonesia dapat dibagi dalam tiga
masa, yaitu :
1.
Masa Republik
Indonesia I, yaitu masa demokrasi (konstiusional) yang menonjolkan peranan
parlemen serta partai-partai, karena itu dinamakan demokrasi parlementer
2.
Masa Republik
Indonesia II, yaitu masa Demokrasi terpimpin yang dalam banyak aspek telah
banyak menyimpang dari demokrasi konstitusional yang secara formal merupakan
landasannya, dan menunjukkan beberapa aspek demokrasi rakyat.
3.
Masa Republik
Indonesia III, yaitu masa Demokrasi Pancasila yang merupakan demokrassi konsitusional
yang menonjolkan sistem presidensial.
Nilai-nilai demokrasi menurut Cipto, et al (2002:
31-37) meliputi :
1.
Kebebasan
Menyatakan Pendapat
Kebebasan menyatakan
pendapat adalah sebuah hak bagi warga negara biasa yang wajib dijamin dengan undang-undang
dalam sebuah sistem politik demokrasi. Kebebasan ini diperlukn kerena kebutuhan
untuk menyatakan pendapat senantiasa muncul dari setiap warga negara dalam era
peremrintahan terbuka saat ini. Dalam masa transisi menuju demokrasi saat ini
perubahan-perubahan lingkungan politik sosial, ekonomi, budaya, agama, dan
teknologi sering kali menimbulkan persoalan bagi warga negara maupun masyarakat
pada umumnya. Jika persoalan tersebut sangat merugikan hak-haknya selaku warga
negara atau warga negara berharap agar kepentingannya dipenuhi oleh negara,
dengan sendirinya warga negara berhak untuk menyampaikan keluan tersebut secara
langsung maupun tidak langsung kepada pemerintah.
Warga negara dapat
menyampaikan kepada pejabat seperti lurah, camat, bupati, anggota DPRD/DPR,
atau , bahkan presiden baik melalui pembicaraan langsung, lewat surat, lewat
media massa, lewat penulisan buku atau melalui wakil-wakilnya di DPRD.
2.
Kebebasan
Berkelompok
Berkelompok dalam suatu
organisasi merupakan nilai demokrasi yang diperlukan bagi setiap warga negara.
Kebebasan berkelompok diperlukan untuk membentuk organisasi mahasiswa, partai
politik, oragnisasi massa, perusahaan dan kelompok-kelompok lain. Kebutuhan
berkelompok merupakan naluri dasar manusia yang tak mungkin diingkari.
Dalam era moderen
kebutuhan berkelompk ini semakin kuat tumbuhnya. Persoalan-persoalan yang
muncul di tengah masyarakat yang sedemikian kompleks seringkali memerlukan
organisasi untuk menemukan jalan keluar.
Demokrasi menjalin
kebebasan warga negara untuk berkelompok termasuk membentuk partai baru maupun
mendukunng partai apa pun. Tidak ada lagi keharusan mengikuti ajakan dan
intimidasi pemerintah. Demokrasi memberikan alternatif yang lebih banyak dan
lebih sehat bagi warga negara. Itu semua karena jaminan bahwa demokrasi
mendukung kebebassaan berkelompok.
3.
Kebebasan
Berpartisipasi
Kebebasan
berpartisipassi sesungguhnya merupakan gabungan dari kebebasan berpendapat dan
berkelompok. Ada empat jenis partisipasi. Pertama
adalah pemberian suara dalam pemilihan umum, baik pemilihan anggota DPR/DPRD
maupun pemilihan presiden. Di negara-negara demokrasi yang sedang berkembang
seperti Indonesia pemberian suara sering dipersepsikan sebagai wujud kebebasan
berpartisipasi politik yang paling utama. Pada umumnya negara demokrassi yang
baru berkembang senantiasa mengharapkan agar jumlah pemilih atau partisipan
dalam pemberian suara dapat mencapai suara sebanyak-banyaknya. Dalam demokrassi
sebenarnya tidak ada keharusan untuk memberikan suara dengan cara-cara kekerasan.
Kedua, adalah bentuk
partisipasi yang disebut sebagai melakukan kontak/hubungan dengan pejabat
pemerintah. Bentuk partisipasi yang kedua ini belum berkembang luas dinegara
demokrasi baru. Kontak langsung dengan pejabat pemerintah ini akan semakin dibutuhkan
karena kegiatan pemberian suara secara regular (pemilihan anggota DPR/Presiden)
dalam perkembangannya tidak akan memberikan kepuasan bagi masyarakat.
Ketiga, melakukan
protes terhadap lembaga masyarakat atau pemerintah. Ini diperlukan oleh Negara
demokrasi agar sistem politik bekerja lebih baik, pernyataan protes terhadap
kebijakan divestasi bank, privatisasi BUMN, kenaikan harga tarif listrik,
telepon dan harga BBM adalah bagian dari proses demokrasi sejauh itu diarahkan
untuk memperbaiki kebijakan pemerintah atau swasta dan tidak untuk menciptakan
gangguan bagi kehidupan politik.
Keempat, mencalonkan diri
dalam pemilihan jabatan public mulai dari lurah, bupati, wali kota, gubernur,
anggota DPR sehingga presiden sesuai dengan sistem pemilihan yang berlaku.
4. Kesetaraan
Antarwarga
Kesetaraan atau egalitarianism
merupakan salah satu nilai fundamental yang diperlukan bagi pengembangan demokrasi
di Indonesia. Kesetaraan di sisi diartikan sebagai adanya kesempatan yang sama
bagi setiap warga Negara. Kesetaraan memberi tempat bagi setiap warga Negara
tanpa membedakan etnis, bahasa, daerah, maupun agama. Nilai ini diperlukan bagi
masyarakat heterogen seperti Indonesia yang sangat multietnis, multibahasa,
multidaerah, dan multiagama. Heterogenitas masyarakat Indonesia seringkali
mengundang masalah khususnya bila terjadi miskomunikasi antarkelompok yang
kemudian berkembang luas menjadi konflik antarkelompok.
Nilai-nilai kesetaraan perlu dikembangkan dan dilembagakan dalam ssemua
sector pemerintahan dan masyarakat. Diperlukan usaha keras agar tidak terjadi
diskriminasi atas kelompok etnis, bahasa, daerah, atau agama tertentu sehingga
hubungan antarkelompok dapat berlangsung dalam suasana egaliter. Prinsip
kesetaraan memberi ruang bagi setiap warga Negara tanpa membedakan etnis,
bahasa, daerah, agama, ras untuk berpartisipasi penuh dalam masyarakat dan
diperlukan sama di depan hokum tanpa kecuali kedaulatan rakyat.
5. Rasa Percaya (Trust)
Rasa percaya antara politisi merupakan nilai dasar lain yang diperlukan
agar demokrasi dapat terbentuk. Sebuah pemerintahan demokrasi akan sulit
berkembang bila rasa percaya satu sama lain tidak tumbuh. Bila yang ada adalah
ketakutan, kecurigaan, kekhawatiran, dan permusuhan maka hubungan antara
politisi akan terganggu secara permanen.
Jika rasa percaya tidak ada maka besar kemungkinan pemerintah akan
kesulitan menjalankan agendanya karena lemahnya dukungan sebagai akibat dari
kelangkaan rasa percaya. Dalam kondisi seperti ini pemerintah bahkan bias
terguling dengan mudah sebelum waktunya sehingga membuat proses demokrasi
berjalan semakin lambat. Konsekuensi dari kebutuhan akan rasa percaya ini
masing-masing politisi juga harus mengembangkan rasa percaya terhadap politisi
yang lain sehingga timbul hubungan yang didasarkan pada rasa percaya satu sama
lain. Bahkan, agar pemerintah dipercaya maka iapun harus mampu menumbuhkan rasa
percaya diri pada dirinya sehingga tumbuh pula rasa percaya dari masyarakat
luas terhadap pemerintah.
6. Kerja Sama
Kerja sama diperlukan untuk mengatasi persoalam yang muncul dalam
masyarakat. Kerjasama yang dimaksud di sini adalah kerja sama dalam hal
kebajikan, bukan kerja sama dalam hal kejahatan atau kemaksiatan.
Kerja sama hanya mungkin terjadi jika setiap orang atau kelompok
bersedia untuk mengorbankan sebagian dari apa yang diperoleh dari kerja sama
tersebut. Kerja sama bukan berarti menutup munculnya perbedaan pendapat
antarindividu atau antarkelompok.
Kerja sama saja tidak cukup untuk membangun masyarakat terbuka.
Diperlukan kompetisi satu sama lain sebagai pendorong bagi kelompok untuk
meningkatkan kualitas masing-masing. Kompetisi menuju sesuatu yang lebih
berkualitas sangat diperlukan, sementara kerja sama diperlukan bagi kelompok
untuk menopang upaya persaingan dengan kelompok lain.
Dalam konteks yang lebih luas kerja sama dan kompetisi dapat
menghasilkan persaingan ynag sangat ketat sehingga masing-masing kelompok
berpotensi untuk saling menjatuhkan bahkan menghancurkan. Diperlukan
nilai-nilai kompromi agar persaingan menjadi lebih bermanfaat karena dengan
kompromi sisi-sisi agresif persaingan dapat diperluas menjadi bentuk kerja sama
yang lebih baik.
Demokrasi tidak hanya memerlukan hubungan kerja sama antarindividu dan
kelompok. Kompetisi, kompromi, dan kerja sama merupakan nilai-nilai yang mampu mendorong
terwujudnya demokrasi.
Muhaimin (2002: 11) memberikan
penjelasan bahwa nilai yang penting dalam demokrasi seperti: kemauan melakukan
kompromi, bermusyawarah berdasar asas saling menghargai dan ketundukan kepada rule of law yang pada akhirnya dapat
menjamin terlindungnya hak asasi tiap-tiap manusia Indonesia. Sehingga
kehidupan bersama berlandaskan demokrasi, manurut Zamroni (2001: 31) memerlukan
:
a. Suatu visi atau kode etik yang dijabarkan secara formal dalam hokum atau
undang-undang yang harus dipatuhi oleh warga Negara.
b. Sistem hokum
yang obyektif dan mandiri.
c. Sistem
pemerintahan yang didasarkan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.
d. Struktur social,
politik dan ekonomi yang menjauhi monopoli dan memungkinkan terjadinya
mobilitas yang tinggi dan kesempatan yang adil bagi semua warga.
e. Kebebasan
berpendapat agar ide-ide warga masyarakat dapat diserap oleh pemerintah.
f. Kebebasan
menentukan pilihan pribadi.
DAFTAR PUSTAKA
Taniredja,
Tukiran, Dkk. 2013. Konsep Dasar
Pendidikan Kewarganegaraan.
Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Berikan tanggapan kalian mengenai postingan saya 😊
BalasHapusIlmu yang bermanfaat, terimakasih atas postingannya gan
BalasHapusUntuk tampilan artikel keseluruhan bagus, ilmu yang di sajikan cukup luas dan ter deskripsi dengan baik, perpaduan warna blog nya pun sangat menarik, terimakasih atas blog nya
BalasHapusAlhamdulillah, semoga ilmu yang saya sajikan dapat bermanfaat. Terimakasih telah mengunjungi blog saya 🙏
HapusThnks gan infonya
BalasHapusSama-sama gan, jangan bosan baca blog saya selanjutnya ya gan 😄
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapussangat bagus isinya menambah pengetahuan saya dalam hal demokrasi berbangsa dan bernegara
BalasHapusTulisannya menarik
BalasHapusilmu ang bermanfaat, ditunggu postingan selanjutnya ya
BalasHapusTulisannya sangat bermanfaat. Lanjutkan
BalasHapusLanjutkan
BalasHapusmakasih sangat bermafaat sekali
BalasHapussangat bagus, artikelnya sangat bermanfaat
BalasHapussangat bagus isi blognya, dan menambah wawasan saya. terima kasih
BalasHapusBagus gan, bermanfaat
BalasHapusBagus gan, bermanfaat
BalasHapus