Sabtu, 23 Desember 2017

ARTI SEBUAH PERSAHABATAN



Sahabat adalah teman yang benar-benar dengan kita bahkan sampai mengetahui hal-hal kecil tentang kita. Ada juga yang mengatakan Bahwa Sahabat itu adalah teman dalam suka dan duka. Tetapi tahu batas dimana suatu saat ketika teman dapat masalah, kita harus memberinya kesempatan untuk mengatasi masalah yang dihadapinya dengan maksud agar teman tersebut dapat tumbuh lebih matang dan mandiri.
Terkadang kita dengan mudah mengatakan “Dia itu Sahabatku”, tetapi ketika ditanya sahabatku yang berhubungan dengan keluarga, Pendidikan dan lainnya kita bingung menjawabnya. Dari situ kita berfikir, apa kita ini sahabat yang baik? Apakah kita pantas disebut Sahabat? Karena kita menganggap Sahabat adalah orang yang dapat melihat kita dari hati kehati, bukan karena rupa, materi, latar belakang, Pendidikan dan lain sebagainya. Karena itu kita jarang menanyakan ha-hal yang berbau privaci (keleluasan Pribadi) kesahabat-sahabat kita. Bukannya kita orang yang tidak perduli dan tidak mau tahu, tapi menurut kita persahabatan bukan dinilai dari sedalam apa kita memahami orang itu.
Terkadang teman itu beda dengan Sahabat, jika ada seorang Sahabat yang ngomong seperti ini “ Aku nggak berharap menjadi orang yang penting dalam hidupmu, itu permintaan yang terlalu besar. Aku Cuma berharap suatu hari nanti kalau dengar namaku, kamu bakal tersenyum dan berkata Dia Sahabat Aku”.  Itu benar-benar merasuk kehati kita, itulah kata-kata yang kita cari, kita tidak butuh pernyataan apa-apa. Tetapi ketika ada yang menyebut nama kita, dan ia berkata “Mereka adalah Sahabatku”.  Kita tidak perlu menyebutkan siapa-siapa saja Sahabat kita, karena mereka mengetahui siapa kamu.
“Manusia selalu hidup berkelompok. Tiada manusia yang dapat hidup dalam kesendirian. Apabila ada, maka manusia tersebut benar-benar mahluk yang malang dan tentunya hidupnya tidak berwarna”. Warnaikan hidup kita dengan santai, terima semua kekurangan dan kelebihan orang lain. Selalu tersenyum pada Dunia, Hidup .. itu indah….
Yang namanya Sahabat lebih dari sekedar teman, lebih sekedar berakrab-akrab ria, baik didunia nyata maupun didunia maya yang terkadang menipu. Sahabat adalah teman yang benar-benar teman, bukan hanya manis di mulut, bukan hanya manis diperkataan, tetapi benar-benar Manis”.  Manisnya bukan hanya basa-basi biar kelihatan manis, tapi serius, sungguh-sungguh dari lubuk hati yang paling dalam.
Sahabat dapat merubah pertengkaran menjadi tawa, ketika kita tidak yakin dengan diri kita. Hubungi teman kita karena mereka percaya kepada kemampuan kita. Tidak ada yang lebih menyakitkan daripada menyakiti sahabat. Tidak ada yang lebih menyembuhkan dariopada dimaafkan seorang Sahabat. Ketika Sahabat berpindah tempat, sebagian dari sejarah hidup kita  pergi bersama mereka. Bertemu teman lama membuat kita merasa utuh. Dengan Sahabat lama kita bisa mengingat masa lalu tanpa harus mencoba mencari kembali. Sahabat adalah bagian terbaik dari diri kita sendiri.

ANALISIS SWOT HAM



ANALISIS SWOT
PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA (HAM) DI INDONESIA

Hak Asasi Manusia dan merupakan hak yang paling mendasar bagi manusia karena dimiliki sejak mereka dilahirkan ke dunia, HAM merupakan sebuah anugrah yang diberikan oleh tuhan, Sebagai masyarakat yang baik sudah selayaknya kita mampu menyadari akan kehadiran hak tersebut dan mampu mengahargai hak orang lain. Namun pada kenyataannya masih banyak beberapa kasus di sekitar kita yang terkait dengan masalah HAM.
Hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia,tanpa hak-hak itu manusia tidak dapat hidup layak sebagai manusia. Menurut  John Locke HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahnya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak dasar milik manusia yang bersifat universal sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esasejak hidup dalam kandungan atau rahim, dan hak kordati atau asasi yang tidak dapat dipisahkan dari esistensi pribadi manusia itu sendiri. (Suroto, “Pendidikan Kewarganegaraan” hal 91).
Secara oprasional hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia Indonesia dalam UU No. 39 Tahun 1999 meliputi :
1.      Hak hidup (pasal 9)
2.      Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan (pasal 10)
3.      Hak mengembangkan diri (pasal 11-16)
4.      Hak memperoleh keadilan (pasal 17-19)
5.      Hak atas kebebasan pribadi (pasal 20-27)
6.      Hak atas rasa aman (pasal 28-35)
7.      Hak atas kesejahteraan (pasal 36-42)
8.      Hak turut serta dalam pemerintahan (pasal 43-44)
9.      Hak wanita (pasal 45-51)
10.  Hak anak (pasal 52-66). (Suroto, “Pendidikan Kewarganegaraan” hal 102”
A.    Kekuatan (Strenghts)
·         Adanya Undang-undang (kontitusi) yang mengatur mengenai HAM, yakni Undang- undang Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998,Undang-Undang No. 39 Tahun 1999, Undang-Undang No. 23 Tahun 2004
·         Pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), sebagai upaya perlindungan terhadap kasus pelanggaran HAM. keberadaan Komnas HAM selanjutnya diatur dalam Undang- Undang RI Nomor 39 tahun1999 tentang Hak Asas Manusia pasal 75 sampai dengan pasal 99. Komnas HAM merupakan lembaga negara mandiri setingkat lembaga negara lainnya yang berfungsi sebagai lembaga pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi HAM. Komnas HAM beranggotakan 35 orang yang dipilih oleh DPR berdasarkan usulan Komnas HAM dan diresmikan oleh Presiden. Masa jabatan anggota Komnas HAM selama lima tahun dan dapat dianggkat lagi hanya untuk satu kali masa jabatan.

B.     Kelemahan (weaknesses)
Banyak orang menangkap pemahaman HAM dari segi pemikiran formal belaka. HAM hanya dilihat sebagaimana yang tertulis dalam "Declaration of Human Rights" atau apa yang tertulis dalam Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak-Hak Asasi Manusia. Namun, hakikat pemahaman HAM harus dilihat sebagai suatu konsep yang bersifat multidimensi. Sebab, dalam pemahaman HAM tertanam di dalamnya konsep dasar "Politik, Hukum, sosiologi, filosofi, ekonomi dan realitas masyarakat masa kini, agenda internasional, yurisprudensi analitis, yurisprudensi normatif, etika dan estetika". Jika makna seperti ini dapat ditangkap melalui suatu proses pembelajaran, pemahaman, penghayatan dan akhirnya diyakini, barulah kita dapat menuju kepada suatu proses untuk menjadi HAM ini sebagai bagian dari Wawasan Nasional. Bagian dari kebijakan nasional, menjadikan HAM sebagai strategi nasional, program nasional dan konsistensi. Tetapi, jangan lupa bahwa HAM yang formal ini adalah barang import.
UU Pengadilan HAM yang dibuat oleh pemerintah Indonesia sudah cukup untuk dapat menegakkan sebuah kasus yang terjadi dalam Pelanggaran HAM. Yang dibutuhkan dalam hal ini adalah bagaimana aparat penegak hukumnya dalam hal ini adalah jaksa dan hakim yang berperan lebih banyak untuk menguraikan suatu peristiwa pelanggaran HAM. UU No. 26 Tahun 2000 sudah cukup banyak mengatur dan di dalamnya sebagian telah mengadopsi dari Statuta Roma, dengan adanya jenis pelanggaran HAM (Kejahatan Terhadap Kemanusiaan dan Kejahatan Genosida) serta unsur-unsurnya. Dan juga sudah diatur masalah hukuman minimal dimana Statuta Roma tidak mengaturnya. Sehingga saya tegaskan bahwa yang perlu dilakukan oleh Indonesia adalah memperbaiki moral dan pengetahuan aparat penegak hukum tentang HAM, karena kebanyakan para pelaku pelanggar HAM adalah orang militer. Sehingga perlu ada penanganan yang serius walaupun dia seorang militer dia juga seorang WNI yang tidak kebal hukum, karena semua WNI diperlakukan sama di depan hukum. OLeh Karena itu perbaiki moral dan pengetahuan aparat penegak hukum. UU kita sudah cukup mengatur mengenai kejahatan HAM.

C.    Peluang (opportunities)
Penegakan hak asasi manusia juga dapat dilakukan melalui proses pendidikan, baik itu dalam pendidikan formal, informal, maupun non formal. Proses penegakan yang dilakukan melalui proses pendidikan merupakan penanaman konsep tentang HAM itu sendiri kepada peserta didik yang ikut di dalam proses pendidikan.
Jika penegakan itu dilakukan dalam pendidikan formal yaitu sekolah, penegakan HAM tentang penanaman konsep HAM kepada peserta didik dapat dilakukan melalui tujuan dari mata pelajaran PPKn dan agama. (baca juga: Tujuan Pendidikan Pancasila) Harapannya, melalui penanaman konsep HAM melalui pendidikan, peserta didik dapat melakukan penegakan HAM secara sederhana misalnya dengan melakukan penerapan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, sebagai berikut:
·         Di Indonesia sendiri, hak asasi manusia dijunjung tinggi di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila sebagai dasar negara kita.
·         Pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia di dalam masyarakat telah dilakukan dari zaman nenek moyang kita meskipun dulu belum mengenal dengan betul apa itu hak asasi manusia.
·         Nenek moyang kita di Indonesia mengenal hak asasi manusia sebagai hak-hak sebagaimana umumnya seperti hak yang tercantum dalam UUD 1945. (baca juga: Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam UUD 1945)
·         Setiap warga negara Indonesia mempunyai hak untuk memperjuangkan hak-hak asasinya jika hak-hak asasi tersebut belum terpenuhi secara maksimal.
·         Setiap warga negara Indonesia tidak perlu merasa takut atau sungkan dalam menuntut hak asasinya karena terdapat dasar hukum yang mengatur itu semua. (baca juga: Dasar Hukum HAM)
Indonesia sebagai negara yang mengimplementasikan nilai-nilai dasar Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara sudah seharusnya menjunjung tinggi setiap hak asasi yang dimiliki oleh warga negaranya. Tindakan seperti ini sangat diperlukan guna meminimalisir dan mengurangi kemungkinan terjadinya pelanggaran hak warga negara Indonesia. Perlu diketahui oleh kita semua, pada era sistem pemerintahan orde baru berlangsung, terdapat banyak peristiwa atau kasus yang menimpa warga negara Indonesia terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia seperti yang diungkapkan oleh Ignatius Haryanto dalam bukunya tentang Kejahatan Negara (1999). Selain itu, setelah masa pemerintahan orde baru selesai, pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia juga masih terjadi. Peristiwa atau kasus yang pernah kita dengar tekait dengan hal ini adalah peristiwa pelanggaran HAM di Timor Timur pada tahun 1999.
Demikianlah penjelasan mengenai upaya pemerintah dalam menegakkan hak asasi manusia bagi warga negara Indonesia. Selain upaya yang dilakukan oleh pemerintah, kita sebagai warga negara Indoenesia juga harus menjaga dan menghormati hak asasi orang lain agar kehidupan bermasyarakat kita tidak menimbulkan suatu konflik yang dapat menimbulkan dampak tertentu bagi masyarakat.

D.    Ancaman (threats)
Tiap tanggal 10 Desember dunia internasional merayakan Hari Hak Asasi Manusia Internasional, sebagai peringatan lahirnya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), yang diadopsi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1948 silam. Indonesia sendiri sudah mengadopsi prinsip-prinsip DUHAM ke dalam UUD 1945 pasca-runtuhnya kekuasaan otoritarianisme Soeharto, melalui serangkaian proses amandemen konstitusi. Namun demikian, sampai dengan hari ini komitmen HAM tersebut masih diuji dengan serangkaian pengabaian dan pembiaran berbagai kasus pelanggaran hak asasi, termasuk lemahnya komitmen untuk serius menjalankan kewajiban pemajuan, pemenuhan dan perlindungan HAM.
Seperti tahun-tahun sebelumnya indeks kebebasan Indonesia masih berada dalam kisaran “setengah bebas” (partly free), di mana penegakan rule of law merupakan komponen yang paling rendah pencapaiannya (Freedom House, 2016). Di sisi lain, Reporters Without Borders menempatkan Indonesia di urutan 130/180 dengan indeks kebebasan pers sebesar 41,72, turun 0,97 persen dari tahun lalu. Penilaian dua organisasi internasional tersebut terhadap situasi kebebasan Indonesia sebenarnya tidak memperlihatkan perubahan ke arah yang lebih baik selama dua tahun terakhir. Sejumlah kasus intimidasi terhadap jurnalis, pembubaran diskusi, kriminalisasi terhadap ekspresi yang sah, baik online maupun offline masih terjadi, bahkan menunjukkan kondisi yang semakin berbahaya di paruh terakhir tahun 2016.
Pemerintah Indonesia dalam beberapa tahun terakhir tidak memperlihatkan diri sebagai penjaga komitmen hak asasi, yang dia nyatakan sendiri dalam berbagai dokumen resmi pemerintahan, maupun forum-forum baik nasional atau internasional. Dalam beberapa kesempatan, keputusan-keputusan Pemerintah bahkan muncul dari tekanan kelompok intoleran, baik yang berlatar agama, maupun ultra-nasionalis kanan, yang cenderung represif terhadap berbagai bentuk ekspresi kelompok rentan. Mulai dari tekanan terhadap kelompok LGBT, Syiah, Ahmadiyah, korban peristiwa 1965, pelaku kebudayaan, hingga represi dalam bentuk kriminalisasi terhadap kritik publik. Setahun terakhir, Pemerintah justru membiarkan aparat penegak hukum berjalan di bawah kendali kepentingan kelompok intoleran. Penggunaan pasal-pasal kriminalisasi seperti pencemaran nama baik, penistaan agama, dan makar masih menjadi pemandangan yang menghiasi perjalanan tahun 2016.
Sejumlah bentuk ancaman terhadap hak asasi manusia yang tergambar dalam setahun terakhir setidaknya terekam dalam beberapa uraian singkat berikut:
Pertama, akhir tahun 2016 ditutup dengan kegagalan Pemerintah Indonesia dalam memberikan jaminan kenyamanan dan keamanan dalam penikmatan hak atas kebebasan berekspresi online. Revisi UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang diharapkan dapat menjamin perlindungan kebebasan berpendapat dan berekspresi, justru masih menyisakan sejumlah potensi pelanggaran HAM. Selain masih memberikan legitimasi bagi tindak pidana penghinaan online, UU ini juga memberikan kekuasaan absolut bagi pemerintah untuk melakukan tindakan pemblokiran terhadap konten internet yang dinilai melanggar hukum. Tanpa diberikan cakupan ruang lingkup dan aturan prosedur yang memadai. Rumusan yang demikian tentu potensial akan menghambat penikmatan hak warga atas informasi, termasuk kebebasan untuk menyampaikan pendapat dan gagasan.
Kedua, kasus penangkapan sejumlah orang dengan tuduhan makar yang terjadi menjelang akhir tahun, juga memperlihatkan tidak hati-hatinya aparat penegak hukum dalam penerapan pasal tersebut. Situasi ini terekam misalnya dari penangkapan ratusan aktivis hak-hak masyarakat Papua, yang pada 1 Desember 2016 merayakan aksi damai memperingati Hari Pembebasan Irian Barat, dan penangkapan sejumlah orang yang diduga terlibat dalam aksi 2 Desember 2016. Penggunaan pasal ini tanpa adanya kejelasan unsur-unsur dalam penerapannya, tentu akan sangat berbahaya bagi kelanjutan sistem demokrasi konstitusional, yang pada intinya menekankan pada kebebasan berpendapat dan berekspresi.
Ketiga, kasus intimidasi terhadap jurnalis juga masih terjadi di tahun 2016. Beberapa yang tercatat mulai dari perampasan foto (Malang), pengusiran (Banceuy, Dogiyai), dan pelarangan liputan hingga penganiayaan (Padang, Bulukumba, Lampung) terhadap jurnalis. Komitmen Pemerintah Indonesia terhadap Deklarasi Windhoek 1991 dipertanyakan, mengingat intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis merupakan pengabaian terhadap kemandirian dan keberagaman dalam jurnalisme. Perlindungan terhadap jurnalis adalah fondasi penting dalam demokrasi yang bertujuan untuk meningkatkan akses ke sumber informasi dan menstimulasi analisis terhadap informasi dan keberagaman opini, terutama dalam masa-masa krisis (Frank La Rue, 2012).
Keempat, pengangkatan Jenderal (Purn.) Wiranto sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan adalah sebuah kemunduran terbesar di tahun 2016. Tahun 2003 Wiranto didakwa oleh Unit Kejahatan Serius PBB telah bertanggungjawab terhadap pembantaian dan serangkaian persekusi di Timor Leste. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga menyatakan dalam laporannya bahwa Wiranto juga bertanggungjawab dalam Peristiwa Penembakan Mahasiswa Trisakti, Kerusuhan Mei 1998 serta Kerusuhan Semanggi 1 dan Semanggi 2. Pengangkatan Wiranto adalah kekecewan terbesar bagi masyarakat sipil karena keberadaannya dalam pemerintahan justru akan menghambat proses penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu, di mana dia sendiri diduga terlibat di dalamnya. Keputusan Pemerintah dapat diartikan sebagai bentuk pelanggengan impunitas dan memberi preseden buruk bagi usaha-usaha penciptaan perdamaian dan penegakan rule of law.
Kelima, pada medio 2016 pemerintah juga masih meneruskan praktik kejam eksekusi terpidana mati. 4 orang terpidana mati kasus narkotika tercatat dieksekusi pada 29 Juli 2016, padahal ketiga dari mereka masih memiliki hak mengajukan grasi yang belum diputuskan ketika mereka dieksekusi. Pada hari yang sama pihak berwenang Indonesia juga memberikan penundaan eksekusi mati di saat-saat akhir kepada 10 terpidana mati, agar pemerintah bisa meninjau kembali kasus-kasus mereka setelah menerima tekanan protes dari komunitas nasional dan internasional. Selain tidak manusiawi, praktik ini juga sangat tidak sejalan dengan rapuhnya sistem peradilan pidana Indonesia, yang sangat terbuka peluang kesalahan penghukuman. Dalam banyak kasus, kesalahan penghukuman (wrongful conviction) menjadi sesuatu yang seringkali tak-terhindarkan dalam praktik hukum pidana.
Khusus dalam peringatan Hari HAM Internasional tahun ini, PBB menegaskan bahwa setiap orang harus hadir secara bersama-sama demi hak asasi manusia orang lain. Gerakan ekstrimis, intoleransi dan penyebarluasan ketakutan menjadi gejala buruk yang menjadi tren di tahun 2016, sehingga negara-negara PBB harus secara bersama-sama “menegaskan kembali kemanusiaannya dan membuat perubahan yang nyata.” Pemerintah Indonesia dituntut untuk memajukan kebebasan sipil (civil liberties) dan menegakkan rule of lawsebagaimana dimandatkan di dalam Undang-Undang Dasar 1945.

OPINI “GENERASI MILLENNIAL MENJAWAB TANTANGAN BONUS DEMOGRAFI” OLEH TAUFIK HIDAYAT PPKN UNLAM



GENERASI MILLENNIAL MENJAWAB TANTANGAN BONUS DEMOGRAFI”
Ledakan penduduk adalah salah satu isu paling penting saat ini dan harus mendapatkan prioritas pembahasan, terlebih isu ini akan sangat berkaitan langsung dengan pengembangan sumber daya manusia, terutama generasi muda Indonesia yang disebut generasi millennial di masa akan datang.
Meledaknya jumlah usia produktif atau generasi muda pada 2030 nanti, maka dari itu sebagai salah satu kota tertua dan memiliki sejarah peradaban kuat, sudah menjadi hal wajib bagi Banjarmasin untuk memberikan komitmen kuat dalam upaya pembangunan dan pemberdayaan bagi kelompok-kelompok usia produktif.
Pendidikan merupakan satu hal yang paling mendasar dan harus ditempuh oleh penduduk usia produktif sebagai generasi millennial yang akan memberikan perubahan terhadap bangsa ini. Artinya, pendidikan adalah prioritas utama yang harus dikedepankan Banjarmasin jika ingin menjadikan kota ini sebagai prototip pembangunan nasional. Langkah itu harus dipersiapkan. Karena memang, angka melek huruf Kota Banjarmasin sudah cukup tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya di Kalimantan Selatan. Namun, jika kita lihat angka partisipasi murni, semakin tinggi umur seseorang, semakin kecil tingkat partisipasinya di dunia pendidikan.
Sebagai orang yang beruntung bisa mencapai jenjang strata pendidikan tertinggi, maka perlu kiranya kita mendorong anak-anak muda Banjarmasin untuk bersekolah sampai pada level pendidikan tertinggi. Karena, di sanalah mereka akan ditempa menjadi anak-anak muda yang mandiri dan punya keahlian khusus di bidangnya masing-masing dan mampu untuk menghadapi bonus demografi yang akan sama-sama kita hadapi nantinya di tahun 2030.
Langkah konkret yang bisa ditempuh adalah yang pertama, menyediakan kuota beasiswa khusus bagi siswa-siswi berprestasi dan layak untuk melanjutkan pendidikannya ke tingkat universitas atau perguruan tinggi. Kedua, bidang kepemudaan, Banyak wadah kegiatan yang harus dipenuhi oleh anak-anak muda, mulai karang taruna hingga himpunan kepemudaan lainnya. Ini untuk mengangkat keyakinan bahwa pemuda adalah aset paling penting untuk menggerakkan perubahan. Maka dari itu, menciptakan sebuah sistem pemberdayaan yang kuat untuk anak-anak muda di Palembang harus menjadi salah satu prioritas utama dalam pembangunan kota ini. Karakter pemuda yang aktif, kreatif, inovatif, dan melek teknologi harus dikombinasikan dalam satu wadah yang bisa membuahkan hasil. Ketiga, kita perlu mendorong berbagai usaha anak-anak muda yang masih konvensional untuk memanfaatkan teknologi sebagai strategi melebarkan usahanya melalui digital marketing. Karena kita tahu, saat ini dunia digital sudah banyak digunakan para pelaku usaha untuk mendorong usahanya agar lebih maju dan berkembang.
Sekali lagi, bonus demografi atau ledakan penduduk sejatinya bukan menjadi penghalang bagi bangsa Indonesia untuk maju. Jika ini dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, maka bukan tidak mungkin suatu saat nanti Indonesia akan menjadi bangsa yang besar dan disegani oleh bangsa-bangsa lainnya.
Kini, semuanya tergantung pada proses kita mempersiapkan generasi penerus bangsa yang unggul untuk menjawab tantangan kemerdekaan. Minimal, kita memulainya dengan mempersiapkan sumber daya manusia yang unggul, termasuk dari Banjarmasin.

kdrt oleh Taufik ulm



KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

A.        Kekerasan dalam Rumah Tangga
Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang dilarang atau diwajibkan undang-undang yang apabila dilakukan atau diabaikan, maka orang yang melakukan atau yang mengabaikan itu diancam dengan pidana. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana buku II mulai pasal 104-488 mengatur tentang kejahatan, dan dalam BAB XX tentang penganiayaan yaitu pasal 351 – 358. Tindakan penganiayaan terhadap perempuan banyak terjadi dewasa ini terutama kekerasan dalam rumah tangga atau singkatnya KDRT diatur dalam UU No. 23 tahun 2004.
Keutuhan dan kerukunan rumah tangga yang bahagia, aman, tentram, dan damai merupakan dambaan setiap orang dalam rumah tangga. Negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dijamin oleh Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945. Dengan demikian, setiap orang dalam lingkup rumah tangga dalam melaksanakan hak dan kewajibannya harus didasari oleh agama. Hal ini perlu terus ditumbuhkembangkan dalam rangka membangun keutuhan rumah tangga.
Mewujudkan keutuhan dan kerukunan tersebut, sangat tergantung pada setiap orang dalam lingkup rumah tangga, terutama kadar kualitas perilaku dan pengendalian diri setiap orang dalam lingkup rumah tangga tersebut. Keutuhan dan kerukunan Untuk rumah tangga dapat terganggu jika kualitas dan pengendalian diri tidak dapat dikontrol, yang pada akhirnya dapat terjadi kekerasan dalam rumah tangga sehingga timbul ketidakamanan atau ketidakadilan terhadap orang yang berada dalam lingkup rumah tangga tersebut. Kekerasan dalam rumah tangga biasa disebut sebagai Hidden Crime yang telah memakan cukup banyak korban dari berbagai kalangan masyarakat. Hal ini dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan disebabkan oleh berbagai faktor. Sebagai akibatnya tidak hanya dialami oleh istri saja tetapi anak-anak jaga ikut mengalami penderitaan. Untuk mencegah, melindungi korban, dan menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, negara dan masyarakat wajib melaksanakan pencegahan, perlindungan, dan penindakan pelaku sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945. Negara berpandangan bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga, adalah pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi.
Kekerasan (Terhadap Perempuan) dalam Rumah Tangga Secara ringkas, adalah setiap tindakan kekerasan verbal maupun fisik, pemaksaan atau ancaman pada nyawa yang dirasakan pada seorang perempuan, apakah masih anak-anak atau sudah dewasa, yang menyebabkan kerugian fisik atau psikologis, penghinaan atau perampasan kebebasan dan yang melanggengkan subordinasi perempuan. Adapun pengertian kekerasan dalam rumah tangga, sebagaimana tertuang dalam rumusan pasal 1 Deklarasi Penghapusan Tindakan Kekerasan terhadap Perempuan dapat disarikan sebagai setiap tindakan berdasarkan jenis kelamin yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual, atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi (keluarga).
Lebih tegas lagi dapat dikatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga terutama digunakan untuk mengontrol seksualitas perempuan dan peran reproduksi mereka. Hal ini sebagaimana biasa terjadi dalam hubungan seksual antara suami dan istri di mana suami adalah pihak yang membutuhkan dan harus dipenuhi kebutuhannya, dan hal ini tidak terjadi sebaliknya.
Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, memiliki arti setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Masalah kekerasan dalam rumah tangga telah mendapatkan perlindungan hukum dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 yang antara lain menegaskan bahwa:
a.       Bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebes dari segala bentuk  kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-undang Republik Indonesia tahun 1945.
b.      Bahwa segala bentuk kekerasan, terutama Kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia, dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk deskriminasi yang harus dihapus.
c.       Bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga yang kebanyakan adalah perempuan, hal itu harus mendapatkan perlindungan dari Negara dan/atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan.
d.      Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, perlu dibentuk Undang-undang tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.
Tindak kekerasan yang dilakukan suami terhadap isteri sebenarnya merupakan unsur yang berat dalam tindak pidana, dasar hukumnya adalah KUHP (kitab undang-undang hukum pidana) pasal 356 yang secara garis besar isi pasal yang berbunyi: “Barang siapa yang melakukan penganiayaan terhadap ayah, ibu, isteri atau anak diancam hukuman pidana”.
B.        Bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga
Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap istri dalam  rumah tangga dibedakan kedalam 4 (empat) macam :
a.       Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. Prilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara lain adalah menampar, memukul, meludahi, menarik rambut (menjambak), menendang, menyudut dengan rokok, memukul/melukai dengan senjata, dan sebagainya. Biasanya perlakuan ini akan nampak seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah atau bekas luka lainnya.
b.      Kekerasan psikologis / emosional
Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan / atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
Perilaku kekerasan yang termasuk penganiayaan secara emosional adalah penghinaan, komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan harga diri, mengisolir istri dari dunia luar, mengancam atau ,menakut-nakuti sebagai sarana memaksakan kehendak.
c.       Kekerasan seksual
Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari kebutuhan batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa selera seksual sendiri, tidak memperhatikan kepuasan pihak istri.
d.      Kekerasan ekonomi
Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Contoh dari kekerasan jenis ini adalah tidak memberi nafkah istri, bahkan menghabiskan uang istri.


C.        Faktor-Faktor Penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga
Strauss A. Murray mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteks struktur masyarakat dan keluarga, yang memungkinkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (marital violence) sebagai berikut:
a)      Pembelaan atas kekuasaan laki-laki
Laki-laki dianggap sebagai superioritas sumber daya dibandingkan dengan wanita, sehingga mampu mengatur dan mengendalikan wanita.
b)      Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi
Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerja mengakibatkan wanita (istri) ketergantungan terhadap suami, dan ketika suami kehilangan pekerjaan maka istri mengalami tindakan kekerasan.
c)      Beban pengasuhan anak
Istri yang tidak bekerja, menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh anak.  Ketika terjadi hal yang tidak diharapkan terhadap anak, maka suami akan menyalah-kan istri sehingga tejadi kekerasan dalam rumah tangga.
d)     Wanita sebagai anak-anak
Konsep wanita sebagai hak milik bagi laki-laki menurut hukum, mengakibatkan kele-luasaan laki-laki untuk mengatur dan mengendalikan segala hak dan kewajiban wanita.  Laki-laki merasa punya hak untuk melakukan kekerasan sebagai seorang bapak melakukan kekerasan terhadap anaknya agar menjadi tertib.
e)      Orientasi peradilan pidana pada laki-laki
Posisi wanita sebagai istri di dalam rumah tangga yang mengalami kekerasan oleh suaminya, diterima sebagai pelanggaran hukum, sehingga penyelesaian kasusnya sering ditunda atau ditutup.  Alasan yang lazim dikemukakan oleh penegak hukum yaitu adanya legitimasi hukum bagi suami melakukan kekerasan sepanjang bertindak dalam konteks harmoni keluarga.

D.        Cara Penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga
Untuk menghindari terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga, diperlukan cara-cara penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga, antara lain:
1)      Perlunya keimanan yang kuat dan akhlaq yang baik dan berpegang teguh pada agamanya sehingga Kekerasan dalam rumah tangga tidak terjadi dan dapat diatasi dengan baik dan penuh kesabaran.
2)      Harus  tercipta kerukunan dan kedamaian di dalam sebuah keluarga, karena didalam agama itu mengajarkan tentang kasih sayang terhadap ibu, bapak, saudara, dan orang lain. Sehingga antara anggota keluarga dapat saling mengahargai setiap pendapat yang ada.
3)      Harus adanya komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar tercipta sebuah rumah tangga yang rukun dan harmonis. Jika di dalam sebuah rumah tangga tidak ada keharmonisan dan kerukunan diantara kedua belah pihak, itu juga bisa menjadi pemicu timbulnya kekerasan dalam rumah tangga.
4)      Butuh rasa saling percaya, pengertian, saling menghargai dan sebagainya antar anggota keluarga. Sehingga rumah tangga dilandasi dengan rasa saling percaya. Jika sudah ada rasa saling percaya, maka mudah bagi kita untuk melakukan aktivitas. Jika tidak ada rasa kepercayaan maka yang timbul adalah sifat cemburu yang kadang berlebih dan rasa curiga yang kadang juga berlebih-lebihan.
5)      Seorang istri harus mampu mengkoordinir berapapun keuangan yang ada dalam keluarga, sehingga seorang istri dapat mengatasi apabila terjadi pendapatan yang minim, sehingga kekurangan ekonomi dalam keluarga dapat diatasi dengan baik.

E.        Contoh Kasus
a.       Contoh kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga yang kami ambil adalah Kekerasan dalam Rumah Tangga yang dialami oleh Cici Paramida. Dimana dalam kasus KDRTnya ini, wajah Cici Paramida babak belur akibat peristiwa penabarakan yang diduga dilakukan suaminya, Suhaebi. Peristiwa itu sendiri berawal ketika Cici yang mencurigai suaminya membawa perempuan lain mencoba mengejar mobil suaminya hingga ke kawasan puncak, Kabupaten Bogor. Saat kedua mobil tiba di kawasan Gang Semen, Jalan Raya Puncak, Cisarua, mobil Cici menyalip.
Cici kemudian turun dari mobil. “Saat dia mau mendekati mobil itu, tiba-tiba mobil digas sehingga menyerempet Cici. Akibatnya Cici Paramida  tampak terluka di bagian wajah dan lengan seperti bekas tersenggol. Kemudian atas Kekerasan yang dilakukan oleh Suhebi, Cici melaporkan tindakan kekerasan itu polisi.
b.      Pembunuhan Dr. Letty yang ditembak sang suami di Klinik Azzahra Medical Centre. Ryan Helmi, 41 tahun, pelaku pembunuhan terhadap dokter Letty Sultri, tidak pernah menafkahi istrinya itu. Kakak ipar Letty, Yeti Irma, mengatakan, sebagai suami, Helmi tidak pernah memberikan gajinya kepada Letty.
Sesuai pra-rekonstruksi kasus dokter tembak istri itu di Klinik Azzahra Medical Centre, Cawang, Senin, 13 November 2017, Yeti menyebutkan tersangka Ryan tidak pernah menafkahi korban.
"Tersangka ini tidak pernah memberikan gaji, kerja pun enggak,” katanya di Klinik Azzahra, Senin..
Bahkan harta dokter Letty berupa mobil dan emas dikabarkan dijual Ryan. Sebagian uang hasil penjualan mobil itu digunakan Ryan untuk membeli dua pucuk senjata api, yang dipakai menembak Letty.
Sebelumnya, tersangka kasus penembakan tersebut, Ryan, mengaku telah membawa kabur dan menjual mobil milik istrinya, dokter Letty.

Dari contoh kasus diatas kita dapat menarik kesimpulan bahwa seorang suami seharusnya menjaga kepercayaan yang diberikan oleh istrinya. Suatu hubungan akan berjalan harmonis apabila sebuah pasangan dilandasi dengan percaya kepada pasangannya. Namun kejadian ini tidak akan terjadi apa bila sang istri menanyakan secara baik-baik kepada suaminya. Apakah benar ia bersama perempuan lain atau hanya sekedar rekan kerjanya, dan juga sebagai seorang suami seharusnya selalu memberikan nafkah kepada istrinya.