1. KEARIFAN LOKAL LAHAN BASAH DI BIDANG PERTANIAN
Kehidupan masyarakat Banjar tidak
lepas dengan kehidupan agrarisnya, mengingat kebanyakan penduduk Kal-Sel
menyandarkan pendapatannya dalam bidang ini, walaupun untuk usaha sampinganpun
juga dilakukan apalagi bagi penduduk yang bertempat tinggal didataran rendah,
dataran tinggi, rawa dan dekat sungai. Dalam hal istilah dalam bertani sendiri,
masing-masing mempunyai kata tersendiri untuk menyebutkannya seperti:
Khusus dataran tinggi, ada beberapa
kriteria penyebutan seperti:
1. Ladang Tegalan atau Bahuma Gunung
Biasanya
dilakukan oleh masyarakat yang bermukim didaerah pegunungan seperti pengunungan
meratus yang sistemnya masih menggunakan sistem tebang-bakar atau swidden
(berpindah) yang menggunakan sistem siklus apabila lahan yang telah digunakan
nantinya dapat kembali ditanami apabila telah menjadi belukar. Ini mungkin
memerlukan waktu yang relative lama, tetapi karena telah menjadi kebiasaan maka
nantinya tanah tersebut akan tetap diolah.
2. Berkebun Kacang Tanah di Gunung atau
Bakacang
Khusus
daerah Kabupaten Tapin kecamatan Piani, membuka lahannya khusus untuk berkebun
kacang tanah. Sehingga urang Banjar sendiri sangat mengenal istilah kacang
rantau yang sering di supply untuk daerah-daerah lain dan pasokan kacangpun
secara khusus di datangkan dari Rantau.
Khusus dataran rendah, menyebutnya
dengan istilah:
1. Sawah untuk membedakan antara
pertanian dataran tinggi dan rendah dimana pada pertanian dataran rendah
sendiri berada dialiran sungai-sungai besar yang ada di Kalimantan Selatan,
dibedakan menjadi:
·
Sawah
Tahun
Umur padinya sampai berumur 1 tahun,
biasanya dilakukan oleh masyarakat yang tersebar didaerah khusunya seluruh
Kal-Sel.
·
Bahuma
Surung
Menanam bibit padi dilakukan pada
saat musim kemarau tiba, dengan panennya saat musim hujan. Bahuma surung ini
dilakukan Urang Banjar hanya sebagai penyeling Sawah Tahun, hingganya lahan
tidak terlantar dan tidak akan menjadi lahan tidur.
·
Bahuma
Rintak
Kebalikan dari bahuma surung maka
pelaksanaannya dapat dilakukan pada saat musim penghujan, sedangkan panennya
dilakukan pada saat kemarau.
·
Bahuma
Gadabung
Sama seperti pada sawah tahun, hanya
saja dalam hal perbedaan penanaman bibitnya menyesuaikan dengan keadaan musim.
Bahuma Gadabung sudah tidak dilakukan lagi mengingat musim yangb tidak menentu.
·
Bahuma
Penyambung
Mengingat kemungkinan musim hujan
yang lama maka dilakukanlah bahuma penyambung ini agar tidak terjadi kegagalan
panen pada saat musim yang tidak menentu.
2. Huma musim untuk musiman biasanya
dilakukan setelah penen misalnya:
·
Batanam
gumbili
Jenis yang ditanam biasanya adalah
gumbili Negara dan gumbili lancar (karena tanaman ini merayap ditanah).
·
Batanam
sumangka, waluh, dan jagung
Penanaman dilakukan mengingat waktu
jeda antara setelah panen maka bibit yang ditanam biasanya adalah sumangka
habang, bilungka langkang, dan mentimun.
2. KEARIFAN LOKAL LAHAN BASAH DI BIDANG PERKEBUNAN
Berkebun merupakan kegiatan
masyarakat yang dilakukan di dataran rendah dan di dataran tinggi sesuai dengan
geografis wilayahnya, usaha berkebun ini sebagai usaha jangka panjang yang
dilakukan. Adapun berkebun yang dilakukan urang banjar diklasifikasikan
menjadi:
Khusus daerah dataran rendah dan
dataran tinggi dapat mengusahakan perkebunan bidang:
1. Kebun rumbia
Jenis perkebunan ini ditanam di dataran rendah yang dialiri
sungai –sungai besar seperti sungai Bahan, Negara, dan sungai tapin. Hasil dari
perkebunan ini adalah sagu, daunnya untuk atap, dan pelepahnya untuk membuat
lampit, hati atau paya digunakan untuk makan ternak yaitu untuk pangan itik.
Begitu bermanfaatnya rumbia sebagai usaha bidang perkebunan maka usaha ini
masih banyak dilakukan oleh masyarakat Kabupaten Tapin.
2. Kebun nyiur
Merupakan perkebunan kelapa yang berada didataran rendah
yang biasanya ditanam diatas tanggul atau galangan dan parit-parit berupa
jalur-jalur untuk membawa buah yang dipetik dengan cara menghayutkan buah
kelapa tersebut di parit-parit.
3. Kebun pisang
Pengusahaan Pohon pisang juga dilakukan didataran rendah,
yang ditanam digalangan sawah.
4. Kebun paring atau bambu
Kebun paring banyak terdapat didaerah-daerah dataran tinggi
yang kadang terlihat seperti hutan bamboo, karena jarak yang berdekatan.
Bisanya digunakan sebagai bahan baku untuk membuat kerajianan alat penangkapan
ikan, dan anyaman bambu.
5. Kebun hanau atau enau
Jenis pekebunan ini ditanam didaerah pegunungan dengan hawa
sejuk, proses pengambilan sarinya disebut menyadap seperti pada karet. Hanau
atau enau ini merupakan salah satu bahan baku untuk membuat gula merah atau
gula habang.
Dalam proses penyadapan, orangnya harus naik keatas pohon
untuk mengambil sari atau nira dan diletakkan didalam bumbung atau sejenis
batang pohon bambu yang besar untuk menyimpannya, setelah beberapa jam (saat
nira telah habis menetes yang terkandung) maka bumbung yang telah berisi cairan
enau tadi diambil dan disaring untuk memisahkan sari dari kotoran-kotoran yang
ada didalamnya, maka proses selanjutnya adalah perebusan sari sampai cairan
tersebut mengental, untuk menghasilkan warana gula merah yang bagus
(kekuning-kuningan) maka oleh sebagian orang diberi parutan kemiri secukupnya.
Maka proses terakhir adalah penuangan sari kedalan cetakan khusus.
6. Kebun karet
Hampir diseluruh pelosok Kalimantan-Selatan terdapat
perkebunan karet, mengingat pengusahaan bidang ini dirasa sangat menguntungkan
bagi orang yang mengusahakannya, khususnya adalah di daerah dataran tinggi
seperti: Kabupaten Tanjung, Tabalong, HSU, HST, HSS dan Tapin yang mengusahakan
lahannya untuk perkebunan karet. Secara umum penjualan hasil karet ini terdapat
di daerah Tanjung.
Proses penyadapannya biasanya dilakukan pada saat pagi hari
dengan menggunakan alat sejenis pahat dengan cara sebagai berikut:
Pahat tadi digunakan sebagai penoreh batang karet tetapi
khususnya dibagian kulit ari batang, dan jangan sampai mengenai kulit bagian
dalam batang mengingat apabila terkena maka hasil sadapan tidak terlalu banyak
dan batang tersebut menjadi rusak karena proses pelukaan tadi.
Proses awalnya penorehan batang dengan melingkari batang,
dengan menggunakan alat tersebut dan ditorehkan dari atas kebawah, sedangkan
karet yang keluar di tadahkan dan mengalami proses selanjutnya.
7. Kebun lurus
Diusahakan didataran tinggi, dan dimanfaatkan untuk usaha
perkayuan, sebagai bahan baku meubel.
8. Kebun buah-buahan bermusim
Untuk kebun buah-buahan bermusim seperti: rambutan, langsat
atau duku, tiwadak atau cempedak, dan jenis buah-buahan yang ada pada
bulan-bulan tertentu, jenis buah-buahan ini tersebar di seluruh pelosok
Kalimantan Selatan.
3. KEARIFAN LOKAL LAHAN BASAH DI BIDANG PERIKANAN
Perikanan adalah
kegiatan manusia yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya
hayati perairan. Sumberdaya hayati perairan tidak dibatasi secara tegas dan
pada umumnya mencakup ikan, amfibi, dan berbagai avertebrata penghuni
perairan dan wilayah yang berdekatan, serta lingkungannya. Di Indonesia,
menurut UU RI no. 9/1985 dan UU RI no. 31/2004, kegiatan yang termasuk dalam
perikanan dimulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan
pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Dengan
demikian, perikanan dapat dianggap merupakan usaha agribisnis.
Umumnya, perikanan
dimaksudkan untuk kepentingan penyediaan pangan bagi
manusia. Selain itu, tujuan lain dari perikanan meliputi olahraga,
rekreasi (pemancingan ikan),
dan mungkin juga untuk tujuan membuat perhiasan atau
mengambil minyak ikan.
Perikanan
darat
Perikanan darat merupakan kegiatan
yang dilaksanakan di air tawar, misalnya di sungai, danau, waduk, kolam, dan
lain-lain. Ada juga yang dilakukan di sawah yang disebut Minapadi, yaitu
perikanan saat padi baru ditanam sampai airnya dikeringkan karena akan diberi
pupuk. Perikanan darat ini biasanya pemanfaatannya hanya sebagai usaha
samoingan, tetapi perikanan darat ini juga diusahakan secara besar-besaran
dengan menggunakan teknik “running water”
atau istilah lain perikanan air deras.
A. Perikanan disungai besar
B. Kumpai Paiwakan
Jenis pengusahaan perikanan ini
umumnya berada di tepian sungai-sungai besar dengan memanfaatkan media enceng
gondok (ilung) dan batang-batang pohon yang disatukan, dengan media ini maka
ikan-ikan yang hidup di sungai bersarang pada media tersebut.
C. Raba
Sama halnya dengan kumpai paiwakan
maka media yang digunakan adalah batang pohon dan enceng gondok. Namun,
pemeliharaan ikan ini lebih dkhususkan sebagai tempat memancing dan menombak
ikan yang hidup didalamnya.
D. Danau
Daerah Kalimantan Selatan terdapat
dua buah danau yaitu danau panggang di Kabupaten Hulu Sungai Utara dan danau
bangkau di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, ada berbagai macam ikan yang dihidup
didanau tersebut, penangkapannyapun masih menggunakan alat-alat tradisional
yang disesuaikan dengan pola musim.
E. Sungai paiwakan
Anak-anak sungai ditujukan kedaerah
rawa untuk kemudian sebagai tempat perkembangan ikan dengan menggunakan
penghalang yang terbuat dari bamboo, pada saat musim penghujan maka penghalang
antara anak sungai dengan rawa ini dibuka dimaksudkan agar ikan-ikan ini
kemudian tertampung di air rawa.
F. Sumur paiwakan
Hampir sama dengan sungai paiwakan,
tetapi biasanya jauh dari tepi sungai, hingganya terdapat kesulitan untuk
mengambil hasil ikan dari sumur paiwakan ini.
Perikanan laut
Perikanan laut merupakan kegiatan
penangkapan ikan di laut, baik secara tradisional maupun modern. Kegiatan ini juga
meliputi pembudidayaan ikan di daerah pantai ataupun di lautan lepas sebagai
sumber mata pencaharian masyarakat.
Penangkapan secara tradisional tersebar luas di seluruh wilayah Nusantara dan dilakukan oleh penduduk, terutama yang tinggal di pesisir pantai dengan menggunakan perahu layar bercadik. Tetapi, ada pula yang telah menggunakan perahu motor dengan peralatan yang masih sederhana, misalnya: pancing, jala, sero, rawai, dan pukat.
Penangkapan secara tradisional tersebar luas di seluruh wilayah Nusantara dan dilakukan oleh penduduk, terutama yang tinggal di pesisir pantai dengan menggunakan perahu layar bercadik. Tetapi, ada pula yang telah menggunakan perahu motor dengan peralatan yang masih sederhana, misalnya: pancing, jala, sero, rawai, dan pukat.
4. KEARIFAN LOKAL LAHAN BASAH DI BIDANG PETERNAKAN
Usaha
peternakan mempunyai prospek untuk dikembangkan karena tingginya permintaan
akan produk peternakan. Usaha peternakan juga memberi keuntungan yang cukup
tinggi dan menjadi sumber pendapatan bagi banyak masyarakat di perdesaaan di
Indonesia. Namun demikian, sebagaimana usaha lainnya, usaha peternakan juga
menghasilkan limbah yang dapat menjadi sumber pencemaran. Oleh karena itu,
seiring dengan kebijakan otonomi, maka pemgembangan usaha peternakan yang dapat
meminimalkan limbah peternakan perlu dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota
untuk menjaga kenyamanan permukiman masyarakatnya. Salah satu upaya kearah itu
adalah dengan memanfaatkan limbah peternakan sehingga dapat memberi nilai
tambah bagi usaha tersebut.
Kebijakan
otonomi daerah perlu diantisipasi oleh aparat pemerintah daerah, khususnya di
kabupaten/kota yang menjadi ujung tombak pembangunan, sehingga kabupaten/kota
dapat berbenah diri dalam menggali segala potensi baik potensi sumber daya alam
maupun potensi sumber daya manusia. Dengan demikian potensi sumber daya alam
dan sumber daya manusia yang ada di daerah tersebut dapat dimanfaatkan
seoptimal mungkin untuk kepentingan pembangunan daerah dan kesejahteraan
masyarakat.
Kebanyakan
masyarakat yang berada di pedesaan semuanya menyatu dengan kegiatan-kegiatan
yang ada kaitannya dengan pertanian secara luas kerena memang itulah keahlian
mereka yang dapat digunakan untuk mempertahankan kehidupannya. Tidak heran
seorang petani selain mengolah sawahnya, mereka juga memelihara ternak misalnya
ternak bebek, ayam kampung atau yang sering dikenal ayam buras, ada juga yang
memelihara domba, kambing, sapi ataupun kerbau.
Pada
masyarakat suku banjar jenis-jenis peternakannya dapat dilihat sebagai berikut
:
A. Peternakan kerbau atau hadangan
(dilakukan di daerah dataran rendah dan dataran tinggi)
B. Peternakan sapi
C. Peternakan itik
D. Peternakan ayam rumah
5. KEARIFAN LOKAL PASAR TERAPUNG
Pasar rakyat biasanya bisa didapati
seluruh di daerah/kota di Indonesia dengan keunikan dan kebudayaan tersendiri.
Pasar yang akan saya ceritakan ini memiliki keunikan tersendiri, yaitu
mengapung di atas air sungai. Oleh sebebab itu dinamakan dengan pasar terapung.
Kearifan lokal ini mulai ada sejak zaman dahulu hingga bertahan sampai sekarang
di tengah arus moderenisasi. Konon katanya, pasar ini ada sejak zaman
Kesultanan Banjar. Pasar terapung ini terletak di kota dengan julukan seribu
sungai, di provinsi Kalimantan Selatan. Titik lokasi utama pasar terapung
terdapat di dua tempat yaitu, di daerah sungai Muara Kuin dan sungai Lok Baintan.
Muara kuin lumayan dekat dengan Universitas Lambung Mangkurat (ULM)
dibandingkan dengan titik Lok Baintan. Sangat disayangkan, bila pasar terapung
ini surut pengunjungnya, lantaran beberapa faktor. Padahal potensi kearifan
lokal ini sangat menarik dan langka, sangat jarang ditemukan di daerah
Indonesia. Bahkan di seluruh negara di Dunia belum tentu memiliki pasar
terapung. Selain Indonesia, negara yang memiliki pasar terapung adalah di
Bangkok, Thailand. Upaya pemerintah setempat dalam menjaga keberadaan kearifan
lokal ini adalah dengan cara mengalihkan/menambah titik pasar teapung yang
semula beroprasi di Lok Baitan dan Muara Kuin, bertambah menjadi satu titik
terprogramkan oleh pemerintah setempat. Titik tersebut merupakan daerah pusat
perkotaan, sehingga akses masayarakat menuju lokasi pasar terapung lebih dekat.
Selain itu, pemerintah setempat juga memberikan apresiasi kepada para pedangang
pasar terapung yang bersedia datang ke lokasi yang diprogramkan pemerintah.
Lokasi tersebut terletak di Siring Piere tendean Sungai Martapura, tepat
bersebrangan dengan Masjid kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, yaitu Sabilal
Muhtadin. Geliat aktifitas di titik baru pasar terapung yang diprogramkan oleh
pemerintah akan ramai pada hari minggu pagi. Pedagang pun merasa mendapat
keuntungan yang lebih, karena pada hari minggu biasannya lokasi ini ramai oleh
hiruk pikuk warga yang berolahraga atau refresing di hari minggu pagi.
Penggalaman saya pernah berkunjung dua kali ke pasar terapung Muara Kuin,
Banjarmasin. Pasar terapung ini sangat tersara ke-aslian-nya. Seperti sistem
jual beli pedangan, menggunakan sistem barter (alat tukar menggunakan barang,
bukan uang). Wisawatan yang datang bekunjung ke pasar terapung Muara Kuin tetap
dapat menggunakan sistem pembelian seperti biasa tanpa sistem barter. Waktu
aktifitas pasar ini cukup singkat, mulai setelah subuh sekitar pukul sekitar
pukul 05.30 s.d 07.30 WITA sudah agak sepi. Biasanya, para penggunjung di
lokasi pasar terapung muara kuin tiba di lokasi sebelum subuh. Janga khuwatir
untuk sholat subuh. Tepat seberang bantaran sungai berdiri masjid bersejarah
yang kokoh, yaitu Masjid Sultan Suriansyah. Setelah melaksanakan sholat subuh
di masjid, wisatawan bisa langsung menuju mini pelabuhan, seberang Masjid
Sultan Suriansyah untuk penyewaan klotok (istilah prahu khas Kalimantan
Selatan) sebagai alat transportasi menuju titik lokasi pasar terapung Muara
Kuin. Untuk menuju lokasi pasar terapung dengan kelotok akan menyusuri sungai
beberapa menit sebelum tiba di pasar terapung. Sesampai di pasar terapung
seringkali pada pedagang pasar terapung langsung merapatkan jukung (istilah
perahu kecil yang digunakan pedagang pasar terapung) lengkap dengan dagaganya.
Dagangan yang diperjual belikan mermacam-macam. Seperti buah-buahan, sayur-mayur,
wadai (istilah kue bahasa banjar) atau makanan khas daerah seperti soto banjar
maupun pernak-pernik khas daerah. Wisatawan akan terasa lebih dimanjakan karena
makanan bisa langsung dinikmati diatas klotok sambil merasakan suasana pasar
terapung. Sementara itu, beberapa wisatawan lokal maupun internasional asyik
berfoto ria diatas klotok dengan guide pribadinya. Pasar rakyat ini adalah
pasar warisan dari generasi terdahulu. Kerjasama yang baik antara pemerintah,
akademik serta masyarakat dalam menjaga dan megembangkan kearifan lokal ini
sangatlah penting. Dukungan pemerintah melaui materil dan ril sangat berarti.
Sementara itu akademik dapat melakukan pengembangan berdasarkan penelitian dan
referensi yang dapat dilaksanakan bersama-sama dengan masyarakat setempat.
Harapan besar, pasar terapung ini tetap terjaga keberadaanya.
Kearifan lokal ini adalah warisan
nenek moyang yang tidak ternilai. Bukan hanya terjaga keberadaanya saja,
melainkan bisa dikembangkan secara berkala, bahkan bisa bersaing dengan manca
negara. Sehingga dapat mensejahrakan masyarakat setempat serta menjaga semangat
untuk menjaga keberadaan pasar terapung sekaligus menjaga kondisi lingkungan
sungai Pasar Terapung.
6. KEARIFAN LOKAL RUMAH LANTING
Rumah lanting merupakan salah satu
jenis rumah tradisional di Kalimantan selatan, Indonesia. Rumah ini merupakan
tipe rumah terapung berbahan utama kayu dan bagian bawah bangunannya
menggunakan pelampung. Keberadaan rumah lanting menjadi salah satu bukti
penyikpan manusia terhadap kondisi lingkungannya.
Kalimantan selatan yang merupakan
daerah rawa-rawa dan dilewati sungai-sungaibesar yang dipengaruhi oleh pasang
surut laut jawa, memasa orang-orang yang hidup di daerah tersebut untuk
melakukan pembacaan, pembelajaran, dan penyikapan secara bijaksana.hasilnya,
mereka mampu menciptakan suatu kearifan lokal, bagaimana hidup secara harmonis
bersama alam tanpa harus merusak alam. Salah satunya adalah dengan membuat
rumah lanting.
Secara fungsi rumah lanting tidak
berbeda dengan rumah yang dirancang diatas tanah. Dalam rumah lanting yang
terapung-apung di atas air sungai itu hidup sebuah keluarga, membesarkan anak,
membuka toko kelontong, warung makan, atau kios bahan bakar.
Rumah lanting juga berfungsi sebagai
gerbang untuk berkomunikasi dengan masyarakat luar. Kondisi tanah yang berawa
dengan rata-rata ketinggian 0,16 meter dibawah permukaan laut menyebabkan
sebagian besar jalan darat di daerah Kalimantan selatan kondisinya sangat
buruk. Bahkan sebagian wilayahnya belum terjangkau oleh transportasi darat,
sehingga penggunaan transportasi sungai menjadi solusinya.
Aktivitas dirumah lanting sendiri
tidak jauh berbeda dengan aktivitas keluarga dirumah pada umumnya seperti
memasak, mandi, berdagang, dan lain sebagainya. Memang terkesan tak beraturan, namun
bukankah didalam ketidakteraturan itu juga terdapat nilai keindahan.
Nilai-nilai yang dapat diterima :
Hasil pembacaan masyarakat
Kalimantan Selatan secara arif dan bijaksana terhadap kondisi lingkungannya
melahirkan kearifan lokal yang terejawantahkan dalam arsitektur Rumah Lanting.
Walaupun bahan utamanya adalah kayu, tapi bias bertahan puluhan tahun dan
menjadi tempat yang aman bagi masyarakat dari terjangan banjir.
Pesan
dari keberadaan Rumah Lanting sangat jelas, yaitu mengajarkan kepada kita untuk
senantiasa membaca dan bersahabat dengan alam. Jika
kita baik pada alam maka alampun akan menjamin kehidupan umat manusia. Tapi
jika kita berbuah jahat kepada alam, misalnya dengan merusak alam, maka alampun
akan menghancurkan umat manusia.
7.
KEARIFAN LOKAL DALAM TEKNOLOGI BUDIDAYA
PERTANIAN
Kawasan rawa menyimpan banyak
sumber keanekaragaman hayati dan plasma nutfah. Komoditas yang disenangi dan
banyak ditanam adalah padi. Padi kebanyakan dibudidayakan secara
turun-temurun. Para petani tradisional setempat umumnya
membudidayakan varietas-varietas lokal yang berumur panjang (6-11 bulan). Jenis
varietas lokal ini berjumlah ratusan jenis, antara lain dikenal sebagai
padi Bayar,Pandak, dan Siam. Varietas-varietas padi lokal
ini bersifat peka fotoperiod. Sistem budidaya tanaman padi lokal ini
dikenal dengan tanam pindah yang bertahap yaitu persemaian 1
disebut taradak, persemaian ke 2 disebut ampak, dan persemaian
ke 3 disebut lacak.
Sifat padi lokal ini disenangi
petani karena antara lain (1) mudah mendapatkan bibitnya- karena petani
masing-masing membibitkan sendiri dan menyimpannya dari panen sebelumnya, (2)
mudah memasarkan hasilnya karena rasa nasi yang pera (karau) banyak disenangi
oleh masyarakat setempat seperti Kalsel, Kalteng, Sumbar, Aceh dan
Biak, (3) memerlukan pupuk sedikit bahkan jarang dan pemeliharaan minim antara
lain penyiangan hanya seadanya, (4) tidak mudah rontok, berdaun lebar dan
terkulai – menyebabkan hama burung pipit sukar bertengger, dan (5) bentuk
tanaman nisbi lebih tinggi (140-170 cm) sehingga memudahkan memanen.
Panen umumnya masih menggunakan ani-ani. Hanya saja hasil produkvitas padi
varietas lokal ini rata-rata hanya mencapai 2-3 t GKG ha-1 dengan
intensitas tanam sekali setahun (Noor, 1996).
Adapun padi varietas unggul introduksi seperti IR 42, IR,
50, IR 64, IR, 66 dan sejenisnya kurang disenangi petani lokal rawa selain
sukar dipasarkan (harga lebih murah) juga dikenal “manja” karena memerlukan
pupuk nisbi lebih banyak dan perawatan lebih intensif termasuk penggunaan
pestisida, insektisida lebih banyak dibandingkan dengan varietas lokal peka
fotoperiod. Hanya saja keuntungan dari varietas unggul introduksi di atas
memiliki umur pendek (3-4 bulan) dan produktivitas lebih tinggi (4,5-5,5 t GKG
ha-1). Perkawinan silang antara varietas lokal siam dengan varietas unggul
cisokan menghasilkan varietas margasari dan persilangan varietas lokaldengan
varietas unggul dodokan menghasilkan varietas martapura dengan bentuk mirip
lokal dan rasa nasi antara pera-pulan atau sedang dan hasil produktivitas lebih
tinggi dapat mencapai 4 t GKG/ha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar