Sabtu, 23 Desember 2017

“NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL LAHAN BASAH DARI MASYARAKAT SUKU BANJAR”



1.      KEARIFAN LOKAL LAHAN BASAH DI BIDANG PERTANIAN
Kehidupan masyarakat Banjar tidak lepas dengan kehidupan agrarisnya, mengingat kebanyakan penduduk Kal-Sel menyandarkan pendapatannya dalam bidang ini, walaupun untuk usaha sampinganpun juga dilakukan apalagi bagi penduduk yang bertempat tinggal didataran rendah, dataran tinggi, rawa dan dekat sungai. Dalam hal istilah dalam bertani sendiri, masing-masing mempunyai kata tersendiri untuk menyebutkannya seperti:
Khusus dataran tinggi, ada beberapa kriteria penyebutan seperti:
1.      Ladang Tegalan atau Bahuma Gunung
Biasanya dilakukan oleh masyarakat yang bermukim didaerah pegunungan seperti pengunungan meratus yang sistemnya masih menggunakan sistem tebang-bakar atau swidden (berpindah) yang menggunakan sistem siklus apabila lahan yang telah digunakan nantinya dapat kembali ditanami apabila telah menjadi belukar. Ini mungkin memerlukan waktu yang relative lama, tetapi karena telah menjadi kebiasaan maka nantinya tanah tersebut akan tetap diolah.
2.      Berkebun Kacang Tanah di Gunung atau Bakacang
Khusus daerah Kabupaten Tapin kecamatan Piani, membuka lahannya khusus untuk berkebun kacang tanah. Sehingga urang Banjar sendiri sangat mengenal istilah kacang rantau yang sering di supply untuk daerah-daerah lain dan pasokan kacangpun secara khusus di datangkan dari Rantau.
Khusus dataran rendah, menyebutnya dengan istilah:
1.      Sawah untuk membedakan antara pertanian dataran tinggi dan rendah dimana pada pertanian dataran rendah sendiri berada dialiran sungai-sungai besar yang ada di Kalimantan Selatan, dibedakan menjadi:
·         Sawah Tahun
Umur padinya sampai berumur 1 tahun, biasanya dilakukan oleh masyarakat yang tersebar didaerah khusunya seluruh Kal-Sel.

·         Bahuma Surung
Menanam bibit padi dilakukan pada saat musim kemarau tiba, dengan panennya saat musim hujan. Bahuma surung ini dilakukan Urang Banjar hanya sebagai penyeling Sawah Tahun, hingganya lahan tidak terlantar dan tidak akan menjadi lahan tidur.
·         Bahuma Rintak
Kebalikan dari bahuma surung maka pelaksanaannya dapat dilakukan pada saat musim penghujan, sedangkan panennya dilakukan pada saat kemarau.
·         Bahuma Gadabung
Sama seperti pada sawah tahun, hanya saja dalam hal perbedaan penanaman bibitnya menyesuaikan dengan keadaan musim. Bahuma Gadabung sudah tidak dilakukan lagi mengingat musim yangb tidak menentu.
·         Bahuma Penyambung
Mengingat kemungkinan musim hujan yang lama maka dilakukanlah bahuma penyambung ini agar tidak terjadi kegagalan panen pada saat musim yang tidak menentu.
2.      Huma musim untuk musiman biasanya dilakukan setelah penen misalnya:
·         Batanam gumbili
Jenis yang ditanam biasanya adalah gumbili Negara dan gumbili lancar (karena tanaman ini merayap ditanah).
·         Batanam sumangka, waluh, dan jagung
Penanaman dilakukan mengingat waktu jeda antara setelah panen maka bibit yang ditanam biasanya adalah sumangka habang, bilungka langkang, dan mentimun.
  
2.      KEARIFAN LOKAL LAHAN BASAH DI BIDANG PERKEBUNAN
Berkebun merupakan kegiatan masyarakat yang dilakukan di dataran rendah dan di dataran tinggi sesuai dengan geografis wilayahnya, usaha berkebun ini sebagai usaha jangka panjang yang dilakukan. Adapun berkebun yang dilakukan urang banjar diklasifikasikan menjadi:
Khusus daerah dataran rendah dan dataran tinggi dapat mengusahakan perkebunan bidang:
1.      Kebun rumbia
Jenis perkebunan ini ditanam di dataran rendah yang dialiri sungai –sungai besar seperti sungai Bahan, Negara, dan sungai tapin. Hasil dari perkebunan ini adalah sagu, daunnya untuk atap, dan pelepahnya untuk membuat lampit, hati atau paya digunakan untuk makan ternak yaitu untuk pangan itik. Begitu bermanfaatnya rumbia sebagai usaha bidang perkebunan maka usaha ini masih banyak dilakukan oleh masyarakat Kabupaten Tapin.
2.      Kebun nyiur
Merupakan perkebunan kelapa yang berada didataran rendah yang biasanya ditanam diatas tanggul atau galangan dan parit-parit berupa jalur-jalur untuk membawa buah yang dipetik dengan cara menghayutkan buah kelapa tersebut di parit-parit.
3.      Kebun pisang
Pengusahaan Pohon pisang juga dilakukan didataran rendah, yang ditanam digalangan sawah.
4.      Kebun paring atau bambu
Kebun paring banyak terdapat didaerah-daerah dataran tinggi yang kadang terlihat seperti hutan bamboo, karena jarak yang berdekatan. Bisanya digunakan sebagai bahan baku untuk membuat kerajianan alat penangkapan ikan, dan anyaman bambu.
5.      Kebun hanau atau enau
Jenis pekebunan ini ditanam didaerah pegunungan dengan hawa sejuk, proses pengambilan sarinya disebut menyadap seperti pada karet. Hanau atau enau ini merupakan salah satu bahan baku untuk membuat gula merah atau gula habang.
Dalam proses penyadapan, orangnya harus naik keatas pohon untuk mengambil sari atau nira dan diletakkan didalam bumbung atau sejenis batang pohon bambu yang besar untuk menyimpannya, setelah beberapa jam (saat nira telah habis menetes yang terkandung) maka bumbung yang telah berisi cairan enau tadi diambil dan disaring untuk memisahkan sari dari kotoran-kotoran yang ada didalamnya, maka proses selanjutnya adalah perebusan sari sampai cairan tersebut mengental, untuk menghasilkan warana gula merah yang bagus (kekuning-kuningan) maka oleh sebagian orang diberi parutan kemiri secukupnya. Maka proses terakhir adalah penuangan sari kedalan cetakan khusus.
6.      Kebun karet
Hampir diseluruh pelosok Kalimantan-Selatan terdapat perkebunan karet, mengingat pengusahaan bidang ini dirasa sangat menguntungkan bagi orang yang mengusahakannya, khususnya adalah di daerah dataran tinggi seperti: Kabupaten Tanjung, Tabalong, HSU, HST, HSS dan Tapin yang mengusahakan lahannya untuk perkebunan karet. Secara umum penjualan hasil karet ini terdapat di daerah Tanjung.
Proses penyadapannya biasanya dilakukan pada saat pagi hari dengan menggunakan alat sejenis pahat dengan cara sebagai berikut:
Pahat tadi digunakan sebagai penoreh batang karet tetapi khususnya dibagian kulit ari batang, dan jangan sampai mengenai kulit bagian dalam batang mengingat apabila terkena maka hasil sadapan tidak terlalu banyak dan batang tersebut menjadi rusak karena proses pelukaan tadi.
Proses awalnya penorehan batang dengan melingkari batang, dengan menggunakan alat tersebut dan ditorehkan dari atas kebawah, sedangkan karet yang keluar di tadahkan dan mengalami proses selanjutnya.
7.      Kebun lurus
Diusahakan didataran tinggi, dan dimanfaatkan untuk usaha perkayuan, sebagai bahan baku meubel.
8.      Kebun buah-buahan bermusim
Untuk kebun buah-buahan bermusim seperti: rambutan, langsat atau duku, tiwadak atau cempedak, dan jenis buah-buahan yang ada pada bulan-bulan tertentu, jenis buah-buahan ini tersebar di seluruh pelosok Kalimantan Selatan.
  
3.      KEARIFAN LOKAL LAHAN BASAH DI BIDANG PERIKANAN
Perikanan adalah kegiatan manusia yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hayati perairan. Sumberdaya hayati perairan tidak dibatasi secara tegas dan pada umumnya mencakup ikanamfibi, dan berbagai avertebrata penghuni perairan dan wilayah yang berdekatan, serta lingkungannya. Di Indonesia, menurut UU RI no. 9/1985 dan UU RI no. 31/2004, kegiatan yang termasuk dalam perikanan dimulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Dengan demikian, perikanan dapat dianggap merupakan usaha agribisnis.
Umumnya, perikanan dimaksudkan untuk kepentingan penyediaan pangan bagi manusia. Selain itu, tujuan lain dari perikanan meliputi olahraga, rekreasi (pemancingan ikan), dan mungkin juga untuk tujuan membuat perhiasan atau mengambil minyak ikan.
Perikanan darat
Perikanan darat merupakan kegiatan yang dilaksanakan di air tawar, misalnya di sungai, danau, waduk, kolam, dan lain-lain. Ada juga yang dilakukan di sawah yang disebut Minapadi, yaitu perikanan saat padi baru ditanam sampai airnya dikeringkan karena akan diberi pupuk. Perikanan darat ini biasanya pemanfaatannya hanya sebagai usaha samoingan, tetapi perikanan darat ini juga diusahakan secara besar-besaran dengan menggunakan teknik “running water” atau istilah lain perikanan air deras.
A.    Perikanan disungai besar
B.     Kumpai Paiwakan
Jenis pengusahaan perikanan ini umumnya berada di tepian sungai-sungai besar dengan memanfaatkan media enceng gondok (ilung) dan batang-batang pohon yang disatukan, dengan media ini maka ikan-ikan yang hidup di sungai bersarang pada media tersebut.
C.     Raba
Sama halnya dengan kumpai paiwakan maka media yang digunakan adalah batang pohon dan enceng gondok. Namun, pemeliharaan ikan ini lebih dkhususkan sebagai tempat memancing dan menombak ikan yang hidup didalamnya.
D.    Danau
Daerah Kalimantan Selatan terdapat dua buah danau yaitu danau panggang di Kabupaten Hulu Sungai Utara dan danau bangkau di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, ada berbagai macam ikan yang dihidup didanau tersebut, penangkapannyapun masih menggunakan alat-alat tradisional yang disesuaikan dengan pola musim.
E.     Sungai paiwakan
Anak-anak sungai ditujukan kedaerah rawa untuk kemudian sebagai tempat perkembangan ikan dengan menggunakan penghalang yang terbuat dari bamboo, pada saat musim penghujan maka penghalang antara anak sungai dengan rawa ini dibuka dimaksudkan agar ikan-ikan ini kemudian tertampung di air rawa.
F.      Sumur paiwakan
Hampir sama dengan sungai paiwakan, tetapi biasanya jauh dari tepi sungai, hingganya terdapat kesulitan untuk mengambil hasil ikan dari sumur paiwakan ini.
Perikanan laut
Perikanan laut merupakan kegiatan penangkapan ikan di laut, baik secara tradisional maupun modern. Kegiatan ini juga meliputi pembudidayaan ikan di daerah pantai ataupun di lautan lepas sebagai sumber mata pencaharian masyarakat.

Penangkapan secara tradisional tersebar luas di seluruh wilayah Nusantara dan dilakukan oleh penduduk, terutama yang tinggal di pesisir pantai dengan menggunakan perahu layar bercadik. Tetapi, ada pula yang telah menggunakan perahu motor dengan peralatan yang masih sederhana, misalnya: pancing, jala, sero, rawai, dan pukat.
  

4.      KEARIFAN LOKAL LAHAN BASAH DI BIDANG PETERNAKAN
Usaha peternakan mempunyai prospek untuk dikembangkan karena tingginya permintaan akan produk peternakan. Usaha peternakan juga memberi keuntungan yang cukup tinggi dan menjadi sumber pendapatan bagi banyak masyarakat di perdesaaan di Indonesia. Namun demikian, sebagaimana usaha lainnya, usaha peternakan juga menghasilkan limbah yang dapat menjadi sumber pencemaran. Oleh karena itu, seiring dengan kebijakan otonomi, maka pemgembangan usaha peternakan yang dapat meminimalkan limbah peternakan perlu dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk menjaga kenyamanan permukiman masyarakatnya. Salah satu upaya kearah itu adalah dengan memanfaatkan limbah peternakan sehingga dapat memberi nilai tambah bagi usaha tersebut.
Kebijakan otonomi daerah perlu diantisipasi oleh aparat pemerintah daerah, khususnya di kabupaten/kota yang menjadi ujung tombak pembangunan, sehingga kabupaten/kota dapat berbenah diri dalam menggali segala potensi baik potensi sumber daya alam maupun potensi sumber daya manusia. Dengan demikian potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada di daerah tersebut dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk kepentingan pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat.
Kebanyakan masyarakat yang berada di pedesaan semuanya menyatu dengan kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan pertanian secara luas kerena memang itulah keahlian mereka yang dapat digunakan untuk mempertahankan kehidupannya. Tidak heran seorang petani selain mengolah sawahnya, mereka juga memelihara ternak misalnya ternak bebek, ayam kampung atau yang sering dikenal ayam buras, ada juga yang memelihara domba, kambing, sapi ataupun kerbau.
Pada masyarakat suku banjar jenis-jenis peternakannya dapat dilihat sebagai berikut :
A.    Peternakan kerbau atau hadangan (dilakukan di daerah dataran rendah dan dataran tinggi)
B.     Peternakan sapi
C.     Peternakan itik
D.    Peternakan ayam rumah


5.     KEARIFAN LOKAL PASAR TERAPUNG
Pasar rakyat biasanya bisa didapati seluruh di daerah/kota di Indonesia dengan keunikan dan kebudayaan tersendiri. Pasar yang akan saya ceritakan ini memiliki keunikan tersendiri, yaitu mengapung di atas air sungai. Oleh sebebab itu dinamakan dengan pasar terapung. Kearifan lokal ini mulai ada sejak zaman dahulu hingga bertahan sampai sekarang di tengah arus moderenisasi. Konon katanya, pasar ini ada sejak zaman Kesultanan Banjar. Pasar terapung ini terletak di kota dengan julukan seribu sungai, di provinsi Kalimantan Selatan. Titik lokasi utama pasar terapung terdapat di dua tempat yaitu, di daerah sungai Muara Kuin dan sungai Lok Baintan. Muara kuin lumayan dekat dengan Universitas Lambung Mangkurat (ULM) dibandingkan dengan titik Lok Baintan. Sangat disayangkan, bila pasar terapung ini surut pengunjungnya, lantaran beberapa faktor. Padahal potensi kearifan lokal ini sangat menarik dan langka, sangat jarang ditemukan di daerah Indonesia. Bahkan di seluruh negara di Dunia belum tentu memiliki pasar terapung. Selain Indonesia, negara yang memiliki pasar terapung adalah di Bangkok, Thailand. Upaya pemerintah setempat dalam menjaga keberadaan kearifan lokal ini adalah dengan cara mengalihkan/menambah titik pasar teapung yang semula beroprasi di Lok Baitan dan Muara Kuin, bertambah menjadi satu titik terprogramkan oleh pemerintah setempat. Titik tersebut merupakan daerah pusat perkotaan, sehingga akses masayarakat menuju lokasi pasar terapung lebih dekat. Selain itu, pemerintah setempat juga memberikan apresiasi kepada para pedangang pasar terapung yang bersedia datang ke lokasi yang diprogramkan pemerintah. Lokasi tersebut terletak di Siring Piere tendean Sungai Martapura, tepat bersebrangan dengan Masjid kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, yaitu Sabilal Muhtadin. Geliat aktifitas di titik baru pasar terapung yang diprogramkan oleh pemerintah akan ramai pada hari minggu pagi. Pedagang pun merasa mendapat keuntungan yang lebih, karena pada hari minggu biasannya lokasi ini ramai oleh hiruk pikuk warga yang berolahraga atau refresing di hari minggu pagi. Penggalaman saya pernah berkunjung dua kali ke pasar terapung Muara Kuin, Banjarmasin. Pasar terapung ini sangat tersara ke-aslian-nya. Seperti sistem jual beli pedangan, menggunakan sistem barter (alat tukar menggunakan barang, bukan uang). Wisawatan yang datang bekunjung ke pasar terapung Muara Kuin tetap dapat menggunakan sistem pembelian seperti biasa tanpa sistem barter. Waktu aktifitas pasar ini cukup singkat, mulai setelah subuh sekitar pukul sekitar pukul 05.30 s.d 07.30 WITA sudah agak sepi. Biasanya, para penggunjung di lokasi pasar terapung muara kuin tiba di lokasi sebelum subuh. Janga khuwatir untuk sholat subuh. Tepat seberang bantaran sungai berdiri masjid bersejarah yang kokoh, yaitu Masjid Sultan Suriansyah. Setelah melaksanakan sholat subuh di masjid, wisatawan bisa langsung menuju mini pelabuhan, seberang Masjid Sultan Suriansyah untuk penyewaan klotok (istilah prahu khas Kalimantan Selatan) sebagai alat transportasi menuju titik lokasi pasar terapung Muara Kuin. Untuk menuju lokasi pasar terapung dengan kelotok akan menyusuri sungai beberapa menit sebelum tiba di pasar terapung. Sesampai di pasar terapung seringkali pada pedagang pasar terapung langsung merapatkan jukung (istilah perahu kecil yang digunakan pedagang pasar terapung) lengkap dengan dagaganya. Dagangan yang diperjual belikan mermacam-macam. Seperti buah-buahan, sayur-mayur, wadai (istilah kue bahasa banjar) atau makanan khas daerah seperti soto banjar maupun pernak-pernik khas daerah. Wisatawan akan terasa lebih dimanjakan karena makanan bisa langsung dinikmati diatas klotok sambil merasakan suasana pasar terapung. Sementara itu, beberapa wisatawan lokal maupun internasional asyik berfoto ria diatas klotok dengan guide pribadinya. Pasar rakyat ini adalah pasar warisan dari generasi terdahulu. Kerjasama yang baik antara pemerintah, akademik serta masyarakat dalam menjaga dan megembangkan kearifan lokal ini sangatlah penting. Dukungan pemerintah melaui materil dan ril sangat berarti. Sementara itu akademik dapat melakukan pengembangan berdasarkan penelitian dan referensi yang dapat dilaksanakan bersama-sama dengan masyarakat setempat. Harapan besar, pasar terapung ini tetap terjaga keberadaanya.
Kearifan lokal ini adalah warisan nenek moyang yang tidak ternilai. Bukan hanya terjaga keberadaanya saja, melainkan bisa dikembangkan secara berkala, bahkan bisa bersaing dengan manca negara. Sehingga dapat mensejahrakan masyarakat setempat serta menjaga semangat untuk menjaga keberadaan pasar terapung sekaligus menjaga kondisi lingkungan sungai Pasar Terapung.

6.     KEARIFAN LOKAL RUMAH LANTING
Rumah lanting merupakan salah satu jenis rumah tradisional di Kalimantan selatan, Indonesia. Rumah ini merupakan tipe rumah terapung berbahan utama kayu dan bagian bawah bangunannya menggunakan pelampung. Keberadaan rumah lanting menjadi salah satu bukti penyikpan manusia terhadap kondisi lingkungannya.
Kalimantan selatan yang merupakan daerah rawa-rawa dan dilewati sungai-sungaibesar yang dipengaruhi oleh pasang surut laut jawa, memasa orang-orang yang hidup di daerah tersebut untuk melakukan pembacaan, pembelajaran, dan penyikapan secara bijaksana.hasilnya, mereka mampu menciptakan suatu kearifan lokal, bagaimana hidup secara harmonis bersama alam tanpa harus merusak alam. Salah satunya adalah dengan membuat rumah lanting.

Secara fungsi rumah lanting tidak berbeda dengan rumah yang dirancang diatas tanah. Dalam rumah lanting yang terapung-apung di atas air sungai itu hidup sebuah keluarga, membesarkan anak, membuka toko kelontong, warung makan, atau kios bahan bakar.
Rumah lanting juga berfungsi sebagai gerbang untuk berkomunikasi dengan masyarakat luar. Kondisi tanah yang berawa dengan rata-rata ketinggian 0,16 meter dibawah permukaan laut menyebabkan sebagian besar jalan darat di daerah Kalimantan selatan kondisinya sangat buruk. Bahkan sebagian wilayahnya belum terjangkau oleh transportasi darat, sehingga penggunaan transportasi sungai menjadi solusinya.
Aktivitas dirumah lanting sendiri tidak jauh berbeda dengan aktivitas keluarga dirumah pada umumnya seperti memasak, mandi, berdagang, dan lain sebagainya. Memang terkesan tak beraturan, namun bukankah didalam ketidakteraturan itu juga terdapat nilai keindahan.
Nilai-nilai yang dapat diterima :
Hasil pembacaan masyarakat Kalimantan Selatan secara arif dan bijaksana terhadap kondisi lingkungannya melahirkan kearifan lokal yang terejawantahkan dalam arsitektur Rumah Lanting. Walaupun bahan utamanya adalah kayu, tapi bias bertahan puluhan tahun dan menjadi tempat yang aman bagi masyarakat dari terjangan banjir.
Pesan dari keberadaan Rumah Lanting sangat jelas, yaitu mengajarkan kepada kita untuk senantiasa membaca dan bersahabat dengan alam. Jika kita baik pada alam maka alampun akan menjamin kehidupan umat manusia. Tapi jika kita berbuah jahat kepada alam, misalnya dengan merusak alam, maka alampun akan menghancurkan umat manusia.

7.      KEARIFAN LOKAL DALAM TEKNOLOGI BUDIDAYA PERTANIAN
Kawasan  rawa menyimpan banyak sumber keanekaragaman hayati dan plasma nutfah. Komoditas yang disenangi dan banyak ditanam adalah padi.  Padi kebanyakan dibudidayakan secara turun-temurun.  Para petani tradisional setempat  umumnya membudidayakan varietas-varietas lokal yang berumur panjang (6-11 bulan). Jenis varietas lokal ini berjumlah ratusan jenis, antara lain dikenal sebagai padi Bayar,Pandak,  dan Siam.  Varietas-varietas padi lokal ini bersifat peka fotoperiod. Sistem budidaya tanaman padi lokal ini dikenal dengan tanam pindah yang bertahap yaitu persemaian 1 disebut  taradak, persemaian ke 2 disebut ampak, dan persemaian ke 3 disebut lacak.
Sifat padi lokal ini  disenangi petani karena antara lain (1)  mudah mendapatkan bibitnya- karena petani masing-masing membibitkan sendiri dan menyimpannya dari panen sebelumnya, (2) mudah memasarkan hasilnya karena rasa nasi yang pera (karau) banyak disenangi oleh masyarakat setempat seperti  Kalsel, Kalteng,  Sumbar, Aceh dan Biak, (3) memerlukan pupuk sedikit bahkan jarang dan pemeliharaan minim antara lain penyiangan hanya seadanya, (4) tidak mudah rontok,  berdaun lebar dan terkulai – menyebabkan hama burung pipit sukar bertengger, dan (5) bentuk tanaman nisbi lebih tinggi (140-170 cm) sehingga memudahkan memanen.  Panen umumnya masih menggunakan ani-ani. Hanya saja hasil produkvitas padi varietas lokal ini rata-rata hanya mencapai 2-3 t GKG ha-1 dengan  intensitas tanam  sekali setahun (Noor, 1996).
Adapun padi varietas unggul introduksi seperti IR 42, IR, 50, IR 64, IR, 66 dan sejenisnya kurang disenangi petani lokal rawa selain sukar dipasarkan (harga lebih murah) juga dikenal “manja” karena memerlukan pupuk nisbi lebih banyak dan perawatan lebih intensif termasuk penggunaan pestisida, insektisida lebih banyak dibandingkan dengan varietas lokal peka fotoperiod.  Hanya saja keuntungan dari varietas unggul introduksi di atas memiliki umur pendek (3-4 bulan) dan produktivitas lebih tinggi (4,5-5,5 t GKG ha-1). Perkawinan silang antara varietas lokal siam dengan varietas unggul cisokan menghasilkan varietas margasari dan persilangan varietas lokaldengan varietas unggul dodokan menghasilkan varietas martapura dengan bentuk mirip lokal dan rasa nasi antara pera-pulan atau sedang dan hasil produktivitas lebih tinggi dapat mencapai 4 t GKG/ha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar