A.
Pengertian
Ilmu Kewarganegaraan
Ilmu kewarganegaraan berasal dari
kata civics yang secara etimologis “civicus” dalam bahasa latin.
Sedangkan dalam bahasa inggris berasal dari kata “citizen” yang dapat di
definisikan sebgai warga negara, penduduk dari sebuah kota, sesama warga
negara, penduduk, orang setanah air, bawahan atau kaula.
Menurut Stanley E. Dimond dan Elmer
F.Peliger (1970:5) secara terminologis civics diartikan studi yang
berhubungan dengan tugas-tugas pemerintahan dan hak maupun kewajiban warga
negara. Namun dalam satu artikel tertua yang merumuskan definisi civics
adalah majalah “education” pada tahun 1986 yang menyatakan civics adalah
suatu ilmu tentang kewarganegaraan yang berhubungan dengan manusia sebagai
individu dalam suatu perkumpulan yang terorganisir dalam hubungannya dengan
negara (somantri 1976:45).
Secara rinci ilmu kewarganegaraan
membahas tentang konsep, teori, paradigma tentnag peranan warga negara dalam
berbagai kehidupan; bermasyarakat, berbangsa , dan bernegara. Permasalahan yang
dikaji berkenaan dengan hubungan warga negara dengan hubungan negaranya, yang
melibatkan warga negara dengan negara secara timbal balik dengan hampir seluruh
kegiatan dasar manusia (basic human activites) dalam bidang dan kegiatan:
politik, ekonomi, hukum, komunikasi, transportasi, keamanan, dan ketertiban,
kesehatan, serta nilai-nilai kesenian dan keagamaan.
Menurut
para ahli:
1. Stanley
E Dimond dan Elmer Peliger
Studi yang berhubungn
dengan tugas pemerintah dan kewajiban-kewajiban warga Negara.
2. Numan
Somantri
Ilmu yang mempelajari
mengenai warga Negara sesuatu Negara tertentu ditinjau dari segi hukum tata
Negara.
3. Menurut
hasil Seminar Nasional Pengajaran dan Pendidikan Civics
4. IKN
yaitu suatu disiplin yang obyek studinya mengenai perasanan para warga Negara
dalam bidang spiritual sosial, ekonomis, politis, yuridis, cultural sesuai dengan
dan sejauh yang diatur dalam pembukaan UUD 1945 dan UUD 1945
B.
Tujuan
dan Manfaat Ilmu Kewarganegaraan
Sebagai disiplin ilmu maka IKN memiliki tujuan untuk
mendiskripsikan peranan warga negara dalam aspek kehidupan politik, ekonomi,
dan social budaya. Dengan kata lain IKN bertujuan menghasilkan konsep, teori
maupun generalisasi tentang peranan warga negara dalam masyarakat.
Teori yang
dihasilkan IKN diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk membina warga
negara yang lebih baik ( good citizen ). Yaitu warga negara yang aktif
berpartisipasi serta memiliki tanggung jawab dalam membangun kehidupan
bernegara yang demokratis, berkemanusiaan dan berkeadilan sosial.
Secara substansial tujuan ilmu kewarganegaraan sesungguhnya
sangat berdekatan dengan tujuan untuk menjamin kelangsungan bangsa dan Negara
telah dikemukakan bahwa pendidikan dan pengajaran harus membimbing murid-murid
menjadi warga Negara yang mempunyai rasa tanggung jawab. Yang kemudian oleh
kementrian pendidikan pengajar dan kebudayaan dirumuskan dalam tujuan
pendidikan, untuk mendidik warga Negara sejati yang bersedia menyumbangkan
tenaga dan pemikiran untuk Negara dan masyarakat.
Sedangkan manfaat Ilmu Kewarganegaraan adalah pada intinya
memperjelas pengetahuan tentang hak dan kewajiban warga Negara sesuai dengan
kriteria, ukuran dan ketentuan konstitusi Negara dan juga menumbuhkan kesadran
dan sikap warga Negara yang baik.
Dalam kedudukan sebagai mata kuliah tujuan
IKN dalam membekali mahasiswa agar memiliki pengetahuan tentang kedudukan, peranan,
dan hak kewajiban warga Negara, sesuai dengan dasar filsafat pancasila.
C.
Sasaran
Ilmu Kewarganegaraan
Sasaran
atau objek suatu ilmu meliputi objek material dan obyek formal. Obyek material
IKN adalah demokrasi politik, demokrasi ekonomi dan demokrasi sosial. Pusat
perhatian dalam mengkaji obyek material dimensi” peranan warga Negara” atau hak
dan kewajiban sebagai anggota institusi politik Negara .
D.
Civic
problem
Proses globalisasi yang membawa dampak positif
maupun dampak negatif telah menembus ke segala penjuru dunia tanpa mengenal
batas administrasi negara. Oleh karena itu, tindakan preventif yang harus kita
lakukan terhadap arus globalisasi yaitu bersikap waspada dan selektif terhadap
segala macam arus globalisasi tersebut. Untuk itu kita harus memiliki ketahanan
nasional yang kuat.
Sikap selektif dapat diartikan sebagai sikap
untuk memiliki dan menentukan alternatif yang terbaik bagi kehidupan diri,
lingkungan masyarakat, bangsa, dan negara melalui proses yang berhati-hati,
rasional, dan normatif terhadap segala macam pengaruh dari luar sehingga apa
yang telah menjadi pilihan dapat diterima oleh semua pihak dengan penuh
tanggung jawab.
E.
Ruang
Lingkup Ilmu Kewarganegaraan
Berdasar
pada pengertian Ilmu Kewarganegaraan sebagaimana telah diuraikan pada bagian
terdahulu, tampak bahwa Ilmu Kewarganegaraan dapat dipandang sebagai ilmu yang
berdiri sendiri dan sebagai bagian dari Ilmu Politik. Sebagai bagian dari Ilmu
Politik, yang menjadi ruang lingkup Civics adalah demokrasi politik. Isi atau
materi demokrasi politik (Marian D. Irish), adalah:
1. Konteks ide
demokrasi, yang mencakup: teori-teori tentang demokrasi politik, teori majority
rule, minority rights, konsep-konsep demokrasi dalam masyarakat, teori
demokrasi dalam pemerintahan, pemerintahan yang demokratis.
2. Konstitusi Negara,
yang mencakup: sejarah legal status, nation building, identity, integration,
penetration, participation, and distribution.
3. Input dari system
politik, yang mencakup: arti pendapat umum terhadap kehidupan politik, studi
tentang political behavior.
4. Partai Politik dan
Pressure Group, yang mencakup: system kepartaian, fungsi partai politik,
peranana pressure group, public relation.
5. Pemilihan Umum, yang
mencakup: maksud pemilu dalam distribusi kekuasaan, system pemilu.
6. Lembaga-lembaga
decision maker, yang mencakup: legislator dan kepentingan masyarakat, peranan
policy maker Presiden.
7. Presiden sebagai
Kepala Negara/Administrasi Negara, yang mencakup: kedudukan Presiden menurut
konstitusi, control lembaga legislative terhadap Presiden dan birokrasi,
pemerintahan di bawah konstitusi.
8. Lembaga Yudikatif,
yang mencakup: system peradilan dan administrasi peradilan, hakim dan kedudukan
seseorang dalam pengadilan, hubungan
badan legislative, eksekutif, dan yudikatif.
9. Output dari system
politik, yang mencakup: hak individu dan kemerdekaan individu dalam konstitusi,
kebebasan berbicara, pers dan media massa, kebebasan akademik, perlindungan
yang sama, cara penduduk Negara memperoleh dan kehilangan kewarganegaraan.
10. Kemakmuran umum dan
pertahanan Negara, yang m,encakup: tugas Negara dan warga Negara dalam mencapai
kemerdekaan umum, hak-hak memiliki harta kekayaan, politik pajak untuk
kemakmuran umum, politik luar negeri dan keselamatan nasional, hubungan
internasional.
11. Perubahan social
dan demokrasi politik, yang mencakup: demokrasi politik dan pembangunan masa
sekarang, mengefektifkan dan mengisi demokrasi politik, tantangan perkembangan
sains teknologi.
Sebagai
ilmu yang berdiri sendiri, menurut Achmad Sanusi, focus studi Ilmu
Kewarganegaraan adalah mengenai kedudukan dan peranan warga Negara dalam
menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dan sepanjang batas-batas ketentuan konstitusi
Negara yang bersangkutan. Titik tolak Ilmu Kewarganegaraan ada pada
individu-individu sebaghai kesatuan mikro. Variable-variabel yang relevan
dengan individu sebagai kesatuan mikro adalah kontinum tingkah laku, potensi,
kesempatan, hak dan kewajiban, cita-cita, aspirasi, kesadaran usaha dan
kegiatan, kemampuan, peranan hasil dan potensi kehidupan bermasyarakat dan
bernegara sepanjang ketentuan Pembukaan UUD 1945. Menurut Numan Somantri, objek
studi Ilmu Kewarganegaraan adalah warga Negara dalam hubungannya dengan
organisasi kemasyarakatan, social, ekonomi, agama, kebudayaan, dan Negara,
tingkah laku, tipe pertumbuhan berpikir, potensi, hak dan kewajiban,k
cita-cita, aspirasi, kesadaran, partisipasi dan tanggung jawab. Dikaitykan
dengan kedudukannya sebagai mata kuliah pada program studi, Soedibjo (1990)
berpendapat bahwa materi Ilmu Kewarganegaraan mencakup segala pengetahuan
tentang kedudukan, peranan, hak dan kewajiban warga Negara Indonesia sesuai
dengan dasar filsafat Pancasila, Pembukaan dan Btang Tubuh UUD 1945.
Materi-materi yang dimaksud, antara lain:
1. Pengertian Ilmu
Kewarganegaraan
2. Sejarah perkembangan
Civics di Amerika Serikat
3. Sejarah
perkembangan Civics di Indonesia
4. Objek studi, metode,
sistematika dan tujuan Ilmu Kewarganegaraan
5. Ruang lingkup
Ilmu Kewarganegaraan
6. Pengertian Negara,
unsure-unsur Negara, cara timbul dan lenyapnya Negara.
7. Pengertian warga
Negara, orang asing, penduduk, rakyat dan bangsa.
8. Azas-azas
kewarganegaraan, bipatride-apatride, hak opsi, hak repudiasi.
9. Kewarganegaraan
Republik Indonesia
10. Hak-hak azasi dan
hak-hak serta kewajiban warga Negara berdasar pancasila dan UUD 1945
11. Peranan rakyat
dalam pemerintahan dan pembangunan suatu bangsa
12. Kepentingan pribadi
dan kepentingan umum
13. Wilayah Negara
Indonesia dan Zona Ekonomi Eksklusif.
F.
Ilmu
Kewarganegaraan sebagai Multidisiplin Ilmu
Pendidikan kewarganegaraan dalam
pengertian sebagai citizenship education, secara substantif dan pedagogis
didesain untuk mengembangkan warganegara yang cerdas dan baik (smart and good citizenship) untuk
seluruh jalur dan jenjang pendidikan. . Sampai saat ini bidang itu sudah
menjadi bagian inheren dari instrumentasi serta praksis pendidikan nasional
Indonesia dalam lima status. Pertama, sebagai mata pelajaran di sekolah. Kedua,
sebagai mata kuliah di perguruan tinggi. Ketiga, sebagai salah satu cabang pendidikan
disiplin ilmu pengetahuan sosial dalam kerangka program pendidikan guru.
Keempat, sebagai program pendidikan politik yang dikemas dalam bentuk Penataran
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Penataran P4) atau sejenisnya
yang pernah dikelola oleh Pemerintah sebagai suatu crash program. Kelima,
sebagai kerangka konseptual dalam bentuk pemikiran individual dan kelompok
pakar terkait, yang dikembangkan sebagai landasan dan kerangka berpikir
mengenai pendidikan kewarganegaraan dalam status pertama, kedua, ketiga, dan
keempat. Sebagai salah satu cabang pendidikan disiplin ilmu pengetahuan sosial
dalam kerangka program pendidikan guru dalam statusnya yang ketiga yakni
sebagai pendidikan disiplin ilmu (Somantri:1998), pendidikan kewarganegaraan
merupakan program pendidikan disiplin ilmu sosial sebagai program pendidikan
guru mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan di LPTK (IKIP/ STKIP/ FKIP)
Jurusan atau Program Studi Civics dan Hukum pada tahun 1960-an, atau Pendidikan
Moral Pancasila dan Kewarganegaraan (PMPKn) pada saat ini. Bila dikaji dengan
cermat, rumpun mata kuliah pendidi¬kan kewarganegaraan dalam program pendidikan
guru tersebut pada dasarnya merupakan program pendidikan disiplin ilmu
pengetahuan sosial bidang pendidikan kewarganegaraan.
Secara konseptual pendidikan disiplin
ilmu ini memusatkan perhatian pada program pendidikan disiplin ilmu politik,
sebagai substansi induknya. Secara kurikuler program pendidikan ini
berorientasi kepada pengadaan dan peningkatan kemampuan profesional guru pendidikan
kewarganegaraan. Dampaknya, secara akademis dalam lembaga pendidikan tinggi
keguruan itu pusat perhatian riset dan pengembangan cenderung lebih terpusat
pada profesionalisme guru. Sementara itu riset dan pengembangan epistemologi
pendidikan kewarganegaraan sebagai suatu sistem pengetahuan, belum banyak
mendapatkan perhatian. Disiplin ilmu pendidikan lebih kepada pendidikan tentang
ilmu pendidikan seperti misalnya fakultas ilmu pendidikan. Sedangkan pendidikan
disiplin ilmu mengacu kepada fakultas lainnya seperti pendidikan MIPA,
pendidikan IPS, Pendidikan Jasmani, dsb.
Program pendidikan disiplin ilmu bidang
studi ilmu sosial dirumuskan sebagai “program pendidikan yang menyeleksi
disiplin ilmu-ilmu social dan humaniora yang diorganisasikan dan disajikan
secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan” (hlm. 19, Dokumen ISPI,
1995). Rumusan akademik tentang pendidikan disiplin ilmu/bidang studi tersebut
bertujuan untuk memberikan manfaat bagi pencapaian tujuan dan program
pendidikan, khususnya untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah. Akan tetapi,
karena pendidikan keguruan mempunyai fungsi mengembangkan akademik tingkat
perguruan tinggi dan harus dapat menerapkannya untuk tingkat pendidikan dasar
dan menengah, maka karakter pendidikan disiplin ilmu yang dibina harus
memperhatikan dan mempelajari segala sesuatu yang berkenan dengan sifat peserta
didik, kurikulum, buku pelajaran, serta sekolah pada tingkat pendidikan dasar
dan menegah.
Sama halnya dengan disiplin ilmu
pendidikan, pendidikan disiplin ilmu atau bidang studi harus merujuk kepada
tiga unsur disiplin ilmu, yakni;
1. A community of scholars who choose to call themselves by a particular name,
2. A body of thinking, speaking and above all, writing by these scholars, which consist of facta, concepts, generalizations and theories,
1. A community of scholars who choose to call themselves by a particular name,
2. A body of thinking, speaking and above all, writing by these scholars, which consist of facta, concepts, generalizations and theories,
3. A method of approach to
knowledge, i.e process whereby these scholars acquire, organize, and use their
knowledge (Dufty, 1986:154)
Rujukan ketiga unsur disiplin ilmu
tersebut hendaknya diikuti oleh masyarakat ilmiah ilmu pendidikan yang melalui
pendekatan syntactical structure dan conceptual structur menghasilkan berbagai
penelitian pendidikan. Pendidikan disiplin bidang studi merupakan suatu
synthentic discipline, baik dilihat dari perkembangan akademik IKIP maupun
peningkatan mutu pendidikan dasar dan menengah serta kemungkinan penugasan di
luar bidang kependidikan sekalipun (Wider mandate, Numan Somantri, 2001)
Disiplin ilmu pendidikan dan pendidikan
disiplin ilmu dituntut untuk berinteraksi dalam keseluruhan jaringan ilmu,
teknologi, dan seni demi pemecahan masalah pembangunan nasional. Hal ini hanya
dapat dilakukan apabila Disiplin Ilmu Pendidikan dan Disiplin Pendidikan ilmu
tidak terlalu melihat pendidikan secara mikro seperti prosese belajar mengajar
di kelas, melainkan harus meleburkan diri secara makro dan inter-serta
trans-disipliner dengan berbagai disiplin ilmu lainnya. Adapun cirri-ciri dari
Pendidikan Disiplin Ilmu dalam banyak kepustakaan dapat dirangkum sebagai
berikut:
1.
Pendidikan Disiplin Ilmu adalah hasil rekayasa “intercross-, dan trans-discipliner” antara Disiplin Ilmu
Pendidikan dengan disiplin ilmu “murni” (di universitas) untuk tujuan
pendidikan dasar, menengah, dan Fakultas Pendidikan (bidang studi).
2.
Pendidikan Disiplin Ilmu merupakan seleksi, adaptasi, modifikasi dari hubungan
inter-discipliner antara Disiplin Ilmu Pendidikan dan disiplin ilmu
(universitas) yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis
untuk tujuan pendidikan. (NCSS).
3.
Pendidikan Disiplin Ilmu “is conceive as
the subject matter of the academic disciplines somehow selected, simplifield,
adapted, and modified for school instruction” (NCSS).
4.
Pendidikan Disiplin Ilmu ada juga yang menyebutnya “middle studies” karena berdiri pada dua disiplin ilmu, yaitu sains
dan humaniora (Earl Johnson).
Selanjutnya menurut Numan Somantri (2001): pendidikan Disiplin Ilmu adalah suatu batang tubuh disiplin (baru) yang menyeleksi konsep, generalisasi dan teori dari struktur disiplin-disiplin ilmu (universitas) dan Disiplin Ilmu Pendidikan yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan. Karena tujuan akhir Pendidikan Disiplin Ilmu adalah tujuan pendidikan itu sendiri, maka keterkaitan Pendidikan Disiplin Ilmu ini sangat luas di antaranya dengan agama, filsafat ilmu, filsafat pancasila, sains, teknologi dan masalah-masalah social yang dihadapi.
Selanjutnya menurut Numan Somantri (2001): pendidikan Disiplin Ilmu adalah suatu batang tubuh disiplin (baru) yang menyeleksi konsep, generalisasi dan teori dari struktur disiplin-disiplin ilmu (universitas) dan Disiplin Ilmu Pendidikan yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan. Karena tujuan akhir Pendidikan Disiplin Ilmu adalah tujuan pendidikan itu sendiri, maka keterkaitan Pendidikan Disiplin Ilmu ini sangat luas di antaranya dengan agama, filsafat ilmu, filsafat pancasila, sains, teknologi dan masalah-masalah social yang dihadapi.
Sebagai
batang tubuh disiplin baru, Pendidikan Disiplin Ilmu tetap memiliki sifat-sifat
disiplin ilmu dan berinteraksi dengan disiplin ilmu pendidikan:
1. Pendidikan Disiplin Ilmu harus menciptakan “a community of scholars”.
2. Pendidikan Disiplin Ilmu harus merupakan “a body of thinking, speaking, and above all, writing by these scholars which consist of fact, concepts, generalizations, and theories”.
1. Pendidikan Disiplin Ilmu harus menciptakan “a community of scholars”.
2. Pendidikan Disiplin Ilmu harus merupakan “a body of thinking, speaking, and above all, writing by these scholars which consist of fact, concepts, generalizations, and theories”.
3.
Pendidikan Disiplin Ilmu harus merupakan “a
method of approach to knowledge, i.e a process whereby these scholars acquire,
organize, and use their knowledge” (Dufty, 1986).
Dalam forum komunikasi Fakultas
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial di Yogyakarta tahun 1991, dirumuskan tentang
Disiplin Ilmu Soaial sebagai berikut:
Pendidikan Disiplin Ilmu Sosial adalah seleksi dari struktur disiplin akademik ilmu-ilmu social yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk mewujudkan tujuan pendidikan FPIPS dalam kerangka pencapaian tujuan nasional yang berdasarkan Pancasila, sesuai dengan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pendidikan Disiplin Ilmu Sosial adalah seleksi dari struktur disiplin akademik ilmu-ilmu social yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk mewujudkan tujuan pendidikan FPIPS dalam kerangka pencapaian tujuan nasional yang berdasarkan Pancasila, sesuai dengan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Berkaitan dengan hal di atas maka
kedudukan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai bagian dari pendidikan disiplin
ilmu social, tidak terlepas dari konsep disiplin ilmu social itu sendiri,
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan pendidikan disiplin ilmu social yang tidak
tidak dapat dipisahkan dari pendidikan disiplin ilmu politik dan hukum yang
juga bernaung di bawah pendidikan disiplin ilmu sosial. Pendidikan
kewarganegaraan sebagai suatu bentuk kajian lintas-bidang keilmuan ini pada
dasarnya telah memenuhi kriteria dasar-formal suatu disiplin (Dufty,1970;
Somantri:1993) yakni mempunyai community
of scholars, a body of thinking, speaking, and writing; a method of approach to
knowledge dan mewadahi tujuan masyarakat dan warisan sistem nilai
(Somantri:1993). Ia merupakan suatu disiplin terapan yang bersifat
deskriptif-analitik, dan kebijakan-pedagogis. Jika dilihat dari pandangan Kuhn
(1970) secara paradigmatik, pendidikan kewarganegaraan baru memasuki
pre-paradigmatic phase atau proto science. Untuk dapat menggapai statusnya
sebagai normal science diperlukan berbagai penelitian dan pengembangan lebih
lanjut oleh anggota komunitas ilmiah “pendidikan kewarganegaraan” sehingga
dapat melewati proses artikulasi sosialisasi pengakuan falsifikasi validasi pengakuan
sebagai disiplin yang matured. Di samping itu, juga konsep pendidikan
kewarganegaraan digunakan sebagai nama suatu bidang kajian ilmiah yang
melandasi dan sekaligus menaungi pendidikan kewarganegaran sebagai program
pendidikan demokrasi.
Sedangkan Ilmu Kewarganegaraan sebagai
disiplin ilmu bertujuan untuk mengemangkan konsep, teori mengenai peranan warga
negara dalam berbagai aspek kehidupan. Dengan kata lain berkenaan dengan
demokrasi politik yang meliputi hak dan kewajiban, kegiatan dasar manusia, yang
diorganisir secara ilmiah, pdagogis, dan psikologis. Sehingga dengan orientasi
yang fundamental tersebut, diharapkan terbentuknya warga negara yang baik dapat
direalisasikan secara optimal.
Dalam kajiannya sebagai salah satu dari
pendidikan disiplin ilmu, istilah Pendidikan Kewarganegaraan sering disamakan
dengean Ilmu Kewarganegaraan. Namun sebenarnya, Pendidikan Kewarganegaraan
cakupannya lebih luas dari pada Ilmu Kewarganegaraan, terkait dengan tujuan
Pendidikan Kewarganegaraan yang merupakan disiplin ilmu sebagai bentuk
pembelajaran dari proses dan cara pembinaan terhadap warga negara menjadi warga
Negara yang baik dengan acuan disiplin ilmu dari Ilmu kewarganegaraan. karena
antara Pendidikan Kewarganegaraan dan Ilmu Kewarganegaraan adalah satu
rangkaian disiplin ilmu yang saling berkaitan maka diperlukan sebuah konsep
dimana antara Pendidikan Kewarganegaraan dan Ilmu Kewarganegaraan saling
mengisi satu sama lain. Sehingga terjalin hubungan konsep yang
berkesinambungan.
BAB
II
Civic Problem
A.
Semboyan
Bhinneka Tunggal Ika yang Memudar di Masyarakat
Semangat
Bhinneka Tunggal Ika sebagai warisan luhur pendiri bangsa terlihat luntur dan
memudar. Beberapa faktor penyebabnya seperti disparitas sosial ekonomi sebagai
dampak dari pengaruh globalisasi serta mekanisme demokrasi yang baru sebatas
prosedural, belum sepenuhnya substansial.
"Implikasi
dari faktor itu dapat dilihat dari tingginya kesenjangan sosial. Akibat dari
keadaan ini dikhawatirkan akan menimbulkan fanatisme asal daerah, sentimen
etnik/rasial, dan berpotensi sebagai bara konflik serta pemicu disintegrasi
bangsa,
Masyarakat
kini cenderung egois, gengsi dan menganggap bahwa Bhineka Tunggal Ika hanyalah
sebuah filsafat kuno. Mereka berpikir bahwa semboyan tersebut tidak mempunyai
makna lagi dalam kehidupan yang kekinian dan modern, apalagi sekarang sudah
jamannya globlalisasi. Hal itulah yang membuat bangsa Indonesia menjadi
berantakan.
Bila
kita flasback kembali, sejak masa reformasi, Bhineka Tunggal Ika telah
mengalami kemundurannya dan mulai memudar. Masa reformasi seharusnya membawa
suatu perubahan menuju arah yang baik dan itu harus berjalan significan. Tetapi
yang terjadi adalah reformasi yang tidak tau arah atau reformasi yang
keblablasan. Kala itu sistem otonomi
daerah yang berlaku disetiap daerah hanya membawa sistem reformsi yang tidak
terkontrol dan tidal berjalan sesuai dengan harapan.
Bisa
kita lihat juga bagaimana sikap dan perilaku pemuda Indonesia yang menjadi
generasi penerus bangsa sekarang. Mereka kebanyakan tidak mengenal pentingnya
memaknai semboyan bangsa Indonesia, Bhineka Tunggal Ika. Adanya budaya barat
yang masuk semakin deras di Indonesia secara langsung mengubah pola pikir dan
pola tinggkah laku pemuda sekarang. Bahkan, tidak hanya pemuda saja yang
terjerumus masuk pada budaya barat, tetapi semua elemen atau tingkatan
masyarakat juga tidak luput dari pengaruhnya.
Sungguh
ironi sekali. Ideologi Bhineka Tunggal Ika dengan mudahnya terhapus oleh
ideologi-ideologi barat yang kini kebanyakan menjadi konsumsi masyarakat
Indonesia. Apalagi hal tersebut diperparah dengan pernyataan-pernyataan yang
menyebutkan bahwa Bhineka Tunggal Ika adalah kuno alias kampungan dan bukan
menjadi suatu kebutuhan lagi bagi masyarakat Indonesia. Dengan bangganya
masyarakat sekarang mencintai dan menggilai unsur-unsur budaya barat dan
meningglkan unsur-unsur budaya asli bangsa Indonesia. Bagi mereka Bhineka
Tunggal Ika telah mati dalam jiwa dan raganya.
B.
Kelebihan
dari Bhinneka Tunggal Ika
Bhinneka Tunggal Ika, keberagaman
adalah aset utama bangsa Indonesia. Keberagaman ini antara lain tampak dalam
bidang seni, budaya, kuliner, dan sejarah. Di antara kelebihan dan kekurangan
terkait persepsi tentang Indonesia, keberagaman atau diversity menjadi
kekuatan Indonesia yang layak ditonjolkan di dunia internasional.
Kesimpulan itu
terangkum dalam paparan hasil studi dan riset Citra Indonesia oleh Kantor Staf
Presiden di Bina Graha, Senin, 13 Februari 2017. Seperti diketahui, Presiden
Jokowi dua kali menggelar Rapat Terbatas bertema pembentukan Citra Bangsa
Indonesia, pada 27 September 2016 dan 3 Februari 2017 lalu.
“Keberagaman
adalah keunggulan kita, bahkan Simon Anholt menyebutkan bahwa Bhinneka Tunggal
Ika merupakan motto yang paling tepat untuk seluruh bangsa di abad ke-21 ini,”
kata Deputi III Kepala Staf Kepresidenan yang membidangi kajian isu ekonomi
strategis, Denni Puspa Purbasari.
Berikut
manfaat dan semangat dari Bhinneka Tunggal Ika menurut public :
Manfaat :
·
Tercipta suasana aman, tertib, dan tentram.
·
Pembangunan berjalan lancar.
·
Tercipta lingkungan yang harmonis.
·
Menumbuhkan rasa persaudaraan.
Semangat :
·
Tidak membeda bedakan teman yang berbeda suku,
agama, dan ras
·
Mempertahankan persatuan dan kesatuan wilayah
Indonesia;
·
Mengembangkan semangat kekeluargaan;
·
Menghindari penonjolan SARA (Suku, Agama, dan
Ras)
C.
Kekurangan
dari Bhinneka Tunggal Ika
Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan
khas Bangsa Indonesia kini nilai persatuan yang dulu sangat dijunjung mulai
luntur. Masyarakat kini sering melupakan nilai persatuan dalam kehidupan mereka
sehari – hari. Masih banyak masyarakat yang menganggap dirinya sendiri atau
kelompoknya yang paling hebat, sehingga itu dapat menyebabkan konflik di
masyarakat. Dan masyarakat sekarang cenderung egois, gengsi dan hanya
menganggap Bhineka Tunggal Ika hanyalah sebuah wacana belaka. Sungguh ironis
memang bila kita melihat masyarakat yang dulunya menjunjung sekali yang namanya
Bhineka Tunggal Ika namun pada saat ini nilai persatuan itu terus berkurang.
Dapat kita lihat bagaimana sikap pemuda Indonesia saat ini sebagai penerus
bangsa sekarang. Mereka tidak memahami betul yang namanya Bhineka Tunggal Ika.
Ini dikarenakan adanya pengaruh budaya luar yang masuk di Indonesia yang
mengubah pandangan dan tingkah laku para pemuda kita sekarang ini. Para pemuda
lebih mengagung – agungkan budaya barat dan meninggalkan budaya asli Indonesia.
Karena mereka tidak memahami apa yang dimaksud dengan semboyan Bhineka Tunggal
Ika, maka banyak kasus tawuran yang terjadi antar pelajar. Tawuran ini terjadi
disebabkan oleh pergaulan dan gengsi. Mereka yang salah memilih teman akan ikut
terjerumus oleh teman yang dapat membawa pengaruh negatif untuk dirinya
sendiri. Dan biasanya juga mereka ikut tawuran karena takut dibilang lemah oleh
teman – teman sebayanya atau gengsi yang tinggi.
Lalu apabila Bhineka Tunggal Ika sudah tidak memiliki kedudukan dan tidak dipedulikan lagi maka akan muncul gerakan – gerakan separatisme yang terjadi sekarang ini. Gerakan separatisme ini terjadi karena biasanya mereka tidak puas terhadap kinerja pemerintah maka muncullah ide untuk membentuk suatu gerakan yang memiliki tujuan yang berbeda. Memang mereka yang melakukan gerakan separatisme tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Karena setiap individu terkait pemahaman tentang kemerdekaan dan persatuan tidak bisa sama dan tidak bisa dipaksakan untuk sama. Setiap individu yakin bahwa merekalah yang terbaik dan mereka juga lah yang paling benar. Karena itu merupakan sifat dasar manusia yang tidak pernah puas akan suatu hal. Manusia akan terus ingin mempunyai sesuatu yang belum pernah dimilikinya seperti misalnya kekuasaan. Contoh gerakan separatis yang pernah terjadi di Indonesia yaitu peristiwa pengibaran bendera organisasi RMS ( Republik Maluku Selatan).
Lalu apabila Bhineka Tunggal Ika sudah tidak memiliki kedudukan dan tidak dipedulikan lagi maka akan muncul gerakan – gerakan separatisme yang terjadi sekarang ini. Gerakan separatisme ini terjadi karena biasanya mereka tidak puas terhadap kinerja pemerintah maka muncullah ide untuk membentuk suatu gerakan yang memiliki tujuan yang berbeda. Memang mereka yang melakukan gerakan separatisme tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Karena setiap individu terkait pemahaman tentang kemerdekaan dan persatuan tidak bisa sama dan tidak bisa dipaksakan untuk sama. Setiap individu yakin bahwa merekalah yang terbaik dan mereka juga lah yang paling benar. Karena itu merupakan sifat dasar manusia yang tidak pernah puas akan suatu hal. Manusia akan terus ingin mempunyai sesuatu yang belum pernah dimilikinya seperti misalnya kekuasaan. Contoh gerakan separatis yang pernah terjadi di Indonesia yaitu peristiwa pengibaran bendera organisasi RMS ( Republik Maluku Selatan).
D.
Analisis
Masalah
Berikut ini beberapa
penyebab lunturnya makna Bhinneka Tunggal Ika
1)
Diskriminasi
Bahwa ada masa ketika istilah SARA
demikian popular, merupakan pengakuan tidak Iangsung (sekurang-kurangnya) ada
masa dimana terjadi diskriminasi ras-etnik di negeri ini.Dalam praktik,
pemenuhan hak-hak sipil yang merupakan bagian masyarakat ditandai dengan
keturunan Tionghoa, bahkan sampai detik inipun masih terjadi
diskriminasi.Pembedaan perlakuan ketika mengurus dokumen paspor, dengan
keharusan melampirkan Surat Bukti Kewarganegaraan, merupakan salah satu contoh
praktik diskriminasi ras.
Atas praktik semacam itu, Hamid
Awaludin dalam acara Dialog Kewarganegaraan dan Persatuan tersebut dengan
lantang mengatakan, "Tidak usah mendebat (pejabat imigrasi yang
bersangkutan).Catat namanya dan laporkan kepada saya."
Diskriminasi ras-etnik, khususnya
terhadap orang-orang Indonesia suku Tionghoa sudah menjadi kisah panjang. Masih
segar di ingatan kita, peragaan sikap alergi penguasa terhadap segala sesuatu
yang berhubungan dengan suku Tionghoa. Aksara, musik, bahasa, praktik
kepercayaan, bahkan ciri-ciri fisikpun dipermasalahkan.
Sebagian orang sekarang
menghubungkannya dengan perang dingin yang mempengaruhi hubungan antarnegara
saat itu. Tapi jauh sebelum itu, sudah terjadi PP 10 yang membatasi ruang gerak
suku Tionghoa yang tinggal di desa-desa sehingga kemudian berlanjut dengan arus
"pulang" ke Tiangkok. Sudah terjadi pula imbauan untuk mengganti nama
tiga suku dengan ''nama Indonesia''. Sudah terjadi pembatasan pilihan
pekerjaan/profesi bagi orang-orang Tionghoa, juga pembatasan masuk
universitas-universitas negeri.
Diskriminasi terhadap kaum minoritas
di Indonesia masih merupakan masalah aktual. Hal ini seharusnya tidak terjadi
lagi, karena dalam masa reformasi ini telah diadakan Departemen Kehakiman dan
Hak Asasi Manusia, serta oleh pemerintahpemerintah sejak masa Presiden Habibie,
Gus Dur, hingga Megawati telah dikeluarkan beberapa Inpres yang menghapuskan
peraturan-peraturan pemerintah sebelumnya khususnya Orde Baru yang bersifat
diskriminatif terhadap kebudayaan minoritas, dalam arti adat istiadat, agama
dari beberapa suku bangsa minoritas di tanah air. Mengapa hal demikian dapat
terjadi terus, seakan-akan rakyat kita sudah tak patuh lagi dengan hukum yang
berlaku di negara kita.Untuk menjawab ini, tidak mudah karena penyebabnya cukup
rumit, sehingga harus ditinjau dari beberapa unsur kebudayaan, seperti politik
dan ekonomi.Dan juga psikologi dan folklornya.
2)
Konflik
Konflik dilatarbelakangi oleh
perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu
interaksi.perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri
fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya.
Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik
merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat
pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok
masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya
masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan dengan
integrasi.Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat.
Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang
tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
Faktor Penyebab Konflik
·
Perbedaan
individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik.Artinya, setiap
orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya.
Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata
ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani
hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya,
ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap
warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi
ada pula yang merasa terhibur.
·
Perbedaan
latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola
pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu
pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
·
Perbedaan
kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang
kebudayaan yang berbeda.Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan,
masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang
orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda.
Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan.Para
tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian
dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para
petani menebang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka
untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang
dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka
pekerjaan.Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari
lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan
kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan
konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat
pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya.Begitu pula dapat
terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik
antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan
kepentingan di antara keduanya.Para buruh menginginkan upah yang memadai,
sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri
dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
·
Perubahan-perubahan
nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi,
tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan
tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat
pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan
konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya
bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat
industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti
menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis
pekerjaannya.Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang
disusun dalam organisasi formal perusahaan.Nilai-nilai kebersamaan berubah
menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung
tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan
istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara
cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di
masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan
karena dianggap mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat yang telah ada.
3)
Egoisme
Egoisme merupakan motivasi untuk
mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang hanya menguntungkan diri
sendiri. Egoisme berarti menempatkan diri di tengah satu tujuan serta tidak
peduli dengan penderitaan orang lain, termasuk yang dicintainya atau yang
dianggap sebagai teman dekat. Istilah lainnya adalah "egois". Lawan
dari egoisme adalah altruisme.
Hal ini berkaitan erat dengan
narsisme, atau "mencintai diri sendiri," dan kecenderungan mungkin
untuk berbicara atau menulis tentang diri sendiri dengan rasa sombong dan
panjang lebar. Egoisme dapat hidup berdampingan dengan kepentingannya sendiri,
bahkan pada saat penolakan orang lain. Sombong adalah sifat yang menggambarkan
karakter seseorang yang bertindak untuk memperoleh nilai dalam jumlah yang
lebih banyak daripada yang ia memberikan kepada orang lain. Egoisme sering
dilakukan dengan memanfaatkan altruisme, irasionalisme dan kebodohan orang
lain, serta memanfaatkan kekuatan diri sendiri dan / atau kecerdikan untuk
menipu.
Egoisme berbeda dari altruisme, atau
bertindak untuk mendapatkan nilai kurang dari yang diberikan, dan egoisme,
keyakinan bahwa nilai-nilai lebih didapatkan dari yang boleh diberikan.
Berbagai bentuk "egoisme empiris" bisa sama dengan egoisme, selama
nilai manfaat individu diri sendirinya masih dianggap sempurna.
4)
Hambatan Dari Dalam
Bung Karno, sang proklamator, pernah
berkata, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu
akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”
Dalam perkataan beliau, sudah nampak
jelas bahwa apa yang menjadi substansi ke depan bagi rakyat Indonesia adalah
sebuah perjuangan untuk mengatasi hambatan dari dalam dan bukan lagi dari luar,
karena Soekarno sendiri telah menyudahi penjajahan di Indonesia ini dengan
memproklamirkan berdirinya Negara Kesatuan Rpublik Indonesia.
Di negara ini, masih banyak yang
berjuang atas nama agama, suku, golongan, dan ras. Masing-masing beranggapan
bahwa dirinya lebih baik dari yang lain. Hal inilah yang menjadi kesalahan.
Adanya perbedaan bukan dipandang sebagai sebuah kekayaan bangsa yang seyogyanya
dipertahankan dan dilesatrikan, melainkan dipandang sebagai sesuatu yang bisa
menyulut konflik berkelanjutan.
Mengatasi hambatan yang berasal dari
luar memang lebih mudah, sebab semua perbedaan bisa segera dihilangkan untuk
mengatasi hambatan tersebut. Lain halnya ketika hambatan itu berasal dari
dalam, sebab masing-masing kelompok memiliki ego masing-masing.
Apa yang bisa menghentikan ini
adalah dengan kembali kepada Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika,
mengimplementasikan secara serius dan total dalam segala aspek kehidupan
berbangsa dan bernegara. Dua dasar inilah yang akan mempersatukan dan menjawab
tantangan Soekarno dalam menghadapi hambatan dari dalam.
Sudah seyogyanya dua dasar ini bukan
hanya terletak sebagai sebuah pajangan yang dianggap membanggakan. Tanpa
implementasi yang sungguh-sungguh, pajangan ini tidak bisa dikatakan
membanggakan, melainkan memalukan karena hanya sebagai sebuah wacana kosong.
Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika
tidak boleh dipensiunkan sebagai sebuah dasar negara. Mereka adalah sebuah
dasar yang hingga kapanpun tidak bisa dipensiunkan, tidak bisa digantikan,
apalagi dihilangkan. Tanpa mereka, Indonesia hanya akan berjalan setapak demi
setapak menuju jurang kehancuran.
Di bawah ini merupakan beberapa
contoh permasalahan dari lunturnya makna Bhineka Tunggal Ika bagi masyarakat
Indonesia :
Bangsa Indonesia untuk kesekian
kalinya berduka karena konflik berbau suku, agama, ras, dan antargolongan
(SARA) kembali terjadi di sejumlah daerah.
Dengan mengatasnamakan agama,
sekelompok orang menyerang kelompok Ahmadiyah di Cikuesik, Pandeglang, Banten,
yang menewaskan sebanyak empat orang dan belasan warga Ahmadiyah mengalami
luka, pada awal Februari 2011. Bahkan, kekerasan yang dialami kelompok Ahmadiyah
tidak hanya terjadi sekali, namun beberapa kali seperti penyerangan warga
Ahmadiyah di Bogor, Jawa Barat.
Selain itu, kasus kerusuhan dan
perusakan gereja terjadi seusai sidang lanjutan kasus penistaan agama di
Pengadilan Negeri Temanggung, Jawa Tengah. Kemudian penyerangan di Pondok
Pesantren Yayasan Pendidikan Islam (YAPI) Pasuruan.
Sejumlah konflik SARA yang terjadi
beberapa bulan terakhir membuka memori lama yakni kerusuhan di Sambas,
Kalimantan Barat, pada awal tahun 1999, dimana antarsuku saling serang, saling
tikam dan saling bunuh antara kelompok Madura perantauan dan kelompok lokal.
Konflik Poso pada tahun 2000, tentu
masih menyisakan rasa trauma yang mendalam bagi bangsa Indonesia. Walaupun
kedua belah pihak berusaha untuk menghentikan pertikaian antara umat Kristen
dan Islam, tetapi tak kunjung selesai.
Kasus SARA di Kabupaten Situbondo
dan Karawang pada tahun 2006, juga masih membekas di ingatan masyarakat karena
banyak gereja dan masjid yang dibakar sebagai akibat konflik SARA yang tidak
terselesaikan.
Dan tentu masih jelas dalam ingatan
adanya daerah-daerah yang ingin melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Seperti Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Republik Maluku Selatan (RMS),
dan Organisasi Papua Merdeka(OPM). Sangat tampak ini adalah karena lunturnya
makna bhineka tunggal ika.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang
mengakui banyak perbedaan dan seharusnya tidak ada konflik yang berujung pada
kekerasan, ketika semua pihak memahami semboyan Bhineka Tunggal Ika tersebut.
Dalam resolusi konflik biasanya
masyarakat berupaya mencari jalan keluar dengan meminimalisasi sebuah konflik,
karena ada nilai-nilai yang mengatur dan dikenal dengan istilah bentuk
perdamaian atau "mode of peace". Di Indonesia, 'mode of peace' yang
menghargai perbedaan sudah terdegradasi.
Sejauh ini, dalam pembangunan kebangsaan yang menghormati
perbedaan dan menjunjung tinggi toleransi sudah terkikis. Apabila hal tersebut
dibiarkan maka sengketa atau konflik mudah saja terjadi..
Ketika sebuah negara hukum sudah
membuat aturan maka "rule of the game" harus dipatuhi semua pihak dan
negara menegakkan aturan tersebut, bukan sebaliknya.
Apabila orientasi suatu bangsa dapat
menjunjung nilai-nilai kebangsaan maka persoalan atau konflik dapat terabaikan.
Kesepakatan nasionalisme yang diikuti dengan sanksi tegas dituangkan dalam
kesepakatan hukum yang harus dipatuhi bersama.
E.
Pendapat/Kesimpulan
Kesimpulan dari artikel ini adalah, Indonesia
sekarang ini yang sudah tampak kecondongan terpecah belah, individualis dengan
dalih otonomi daerah,perbedaan SARA, tidak lagi muncul sifat tolong menolong
atau gotong royong, semangat “Bhinneka Tunggal Ika” perlu untuk di
sosialisasikan lagi. Bhineka Tunggal Ika mulai luntur, banyak anak muda yang
tidak mengenalnya, banyak orang tua lupa akan kata-kata ini, banyak birokrat
yang pura-pura lupa, sehingga ikrar yang ditanamkan jauh sebelum Indonesia
Merdeka memudar, seperti pelita kehabisan minyak.
Sumpah Pemuda hanya sebagai penghias
bibir sebagian orang, dan bagi sebagian orang hanya dilafaskan pada saat
memperingati hari sumpah pemuda setiap 28 Oktober. Tetapi bagi sebagian yang
muda hanya sebagai pelajaran sejarah yang hanya dipelajari di sekolah-sekolah.
Api dari Persatuan Indonesia melalui “Bhinneka Tunggal Ika” perlu untuk
dinyalakan lagi di hati anak bangsa.
Ingat apa yang pernah disampaikan
oleh Bung Karno dalam salah satu pidatonya “JANGAN WARISI ABU DARI PERJUANGAN
INDONESIA !, JANGAN WARISI ABUNYA!!!, tetapi WARISILAH API DARI PERJUANGAN
INDONESIA!!!”
F.
Menurut Teori
Berdasarkan Wikipedia Bahasa Indonesia, Bhinneka Tunggal
Ika adalah moto atau semboyan Indonesia. Frasa ini berasal
dari bahasa Jawa Kuna dan seringkali diterjemahkan dengan kalimat
“Berbeda-beda tetapi tetap satu”. Jika diterjemahkan per patah kata, kata bhinneka berarti
"beraneka ragam" atau berbeda-beda. Kata neka dalam bahasa
Sanskerta berarti "macam" dan menjadi pembentuk kata
"aneka" dalam Bahasa Indonesia. Kata tunggal berarti
"satu". Kataika berarti "itu". Secara harfiah Bhinneka
Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu", yang bermakna meskipun
berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu
kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan
Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam
budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.
Bhinneka Tunggal Ika terdapat dalam Garuda
Pancasila sebagai Lambang Negara Republik Indonesia. Lambang negara
Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka
Tunggal Ika Lambang negara Indonesia berbentuk
burung Garuda yang kepalanya menoleh ke sebelah kanan (dari sudut pandang
Garuda), perisai berbentuk menyerupai jantung yang digantung dengan rantai pada
leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti
“Berbeda-beda tetapi tetap satu” ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh
Garuda. Lambang ini dirancang oleh Sultan Hamid II dari Pontianak,
yang kemudian disempurnakan oleh Presiden Soekarno dan diresmikan
pemakaiannya sebagai lambang negara pertama kali pada Sidang
Kabinet Republik Indonesia Serikat tanggal 11 Februari 1950.
Penggunaan lambang negara diatur dalam UUD 1945 pasal 36A dan UU No 24 Tahun
2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. (LN
2009 Nomor 109, TLN 5035). Sebelumnya lambang negara diatur dalam Konstitusi
RIS, UUD Sementara 1950, dan Peraturan Pemerintah No. 43/1958.
Pasal
36 A, yaitu Lambang Negara Ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka
Tunggal Ika dan Pasal 36 B: Lagu Kebangsaaan ialah Indonesia Raya. Menurut
risalah sidang MPR tahun 2000, bahwa masuknya ketentuan mengenai lambang negara
dan lagu kebangsaan kedalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
yang melengkapi pengaturan mengenai bendera negara dan bahasa negara yang telah
ada sebelumnya merupakan ikhtiar untuk memperkukuh kedudukan dan makna atribut
kenegaraan ditengah kehidupan global dan hubungan internasional yang terus
berubah.Dengan kata lain, kendatipun atribut itu tampaknya simbolis, hal
tersebut tetap penting, karena menunjukkan identitas dan kedaulatan suatu
negara dalam pergaulan internasional. Atribut kenegaraan itu menjadi simbol pemersatu
seluruh bangsa Indonesia ditengah perubahan dunia yang tidak jarang berpotensi
mengancam keutuhan dan kebersamaan sebuah negara dan bangsa tak terkecuali
bangsa dan negara Indonesia.
Kalimat Bhinneka Tunggal Ika terdapat dalam buku Sutasoma,
karangan Mpu Tantular pada masa kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14. Dalam
buku Sutasoma (Purudasanta), pengertian Bhinneka Tunggal Ika lebih ditekankan
pada perbedaan bidang kepercayaan juga keanekaragam agama dan kepercayaan di
kalangan masyarakat Majapahit
Secara harfiah pengertian
Bhinneka Tunggal Ika adalah Berbeda-beda tetapi Satu Itu. Adapun makna Bhinneka Tunggal Ika
adalah meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia
tetap adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan
persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan
kepercayaan.
Kata Bhineka Tunggal
Ika dapat pula dimakna bahwa meskipun bangsa dan negara Indonesia
terdiri atas beraneka ragam suku bangsa yang memiliki kebudayaan dan
adat-istiadat yang bermacam-macam serta beraneka ragam kepulauan wilayah negara
Indonesia namun keseluruhannya itu merupakan suatu persatuan yaitu bangsa dan
negara Indonesia. Keanekaragaman tersebut bukanlah merupakan perbedaan yang
bertentangan namun justru keanekaragaman itu bersatu dalam satu sintesa yang
pada gilirannya justru memperkaya sifat dan makna persatuan bangsa dan negara
Indonesia.
Bagi bangsa Indonesia semboyan Bhineka Tunggal Ika merupakan
dasar untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan Indonesia. Perwujudan semboyan
Bhineka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari dilakukan dengan cara hidup
saling menghargai antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya tanpa
memandang suku bangsa,agama,bahasa,adat istiadat, warna kulit dan lain-lain.
Seperti di ketahui Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari
beribu-ribu pulau dimana setiap daerah memiliki adat
istiadat,bahasa,aturan,kebiasaan dan lain-lain yang berbeda antara yang satu
dengan yang lainnya tanpa adanya kesadaran sikap untuk menjaga Bhineka tunggal
Ika pastinya akan terjadi berbagai kekacauan di dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika kita harus membuang jauh-jauh
sikap mementingkana dirinya sendiri atau daerahnya sendiri tanpa perduli
kepentngan bersama. Bila hal tersebut terjadi pastinya negara kita ini akan
terpecah belah.Oleh sebab itu marilah kita jaga bhineka tunggal ika dengan
sebaik-baiknya agar persatuan bangsa dan negara Indonesia tetap terjaga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar