Sabtu, 23 Desember 2017

ILMU KEWARGANEGARAAN



A.    Pengertian Ilmu Kewarganegaraan
Ilmu kewarganegaraan berasal dari kata civics yang secara etimologis “civicus” dalam bahasa latin. Sedangkan dalam bahasa inggris berasal dari kata “citizen” yang dapat di definisikan sebgai warga negara, penduduk dari sebuah kota, sesama warga negara, penduduk, orang setanah air, bawahan atau kaula.
Menurut Stanley E. Dimond dan Elmer F.Peliger (1970:5) secara terminologis civics diartikan studi yang berhubungan dengan tugas-tugas pemerintahan dan hak maupun kewajiban warga negara. Namun dalam satu artikel tertua yang merumuskan definisi civics adalah majalah “education” pada tahun 1986 yang menyatakan civics adalah suatu ilmu tentang kewarganegaraan yang berhubungan dengan manusia sebagai individu dalam suatu perkumpulan yang terorganisir dalam hubungannya dengan negara (somantri 1976:45).
Secara rinci ilmu kewarganegaraan membahas tentang konsep, teori, paradigma tentnag peranan warga negara dalam berbagai kehidupan; bermasyarakat, berbangsa , dan bernegara. Permasalahan yang dikaji berkenaan dengan hubungan warga negara dengan hubungan negaranya, yang melibatkan warga negara dengan negara secara timbal balik dengan hampir seluruh kegiatan dasar manusia (basic human activites) dalam bidang dan kegiatan: politik, ekonomi, hukum, komunikasi, transportasi, keamanan, dan ketertiban, kesehatan, serta nilai-nilai kesenian dan keagamaan.
Menurut para ahli:
1.      Stanley E Dimond dan Elmer Peliger
Studi yang berhubungn dengan tugas pemerintah dan kewajiban-kewajiban warga Negara.
2.      Numan Somantri
Ilmu yang mempelajari mengenai warga Negara sesuatu Negara tertentu ditinjau dari segi hukum tata Negara.
3.      Menurut hasil Seminar Nasional Pengajaran dan Pendidikan Civics
4.      IKN yaitu suatu disiplin yang obyek studinya mengenai perasanan para warga Negara dalam bidang spiritual sosial, ekonomis, politis, yuridis, cultural sesuai dengan dan sejauh yang diatur dalam pembukaan UUD 1945 dan UUD 1945


B.     Tujuan dan Manfaat Ilmu Kewarganegaraan
Sebagai disiplin ilmu maka IKN memiliki tujuan untuk mendiskripsikan peranan warga negara dalam aspek kehidupan politik, ekonomi, dan social budaya. Dengan kata lain IKN bertujuan menghasilkan konsep, teori maupun generalisasi tentang peranan warga negara dalam masyarakat.
Teori yang dihasilkan IKN diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk membina warga negara yang lebih baik ( good citizen ). Yaitu warga negara yang aktif berpartisipasi serta memiliki tanggung jawab dalam membangun kehidupan bernegara yang demokratis, berkemanusiaan dan berkeadilan sosial.
Secara substansial tujuan ilmu kewarganegaraan sesungguhnya sangat berdekatan dengan tujuan untuk menjamin kelangsungan bangsa dan Negara telah dikemukakan bahwa pendidikan dan pengajaran harus membimbing murid-murid menjadi warga Negara yang mempunyai rasa tanggung jawab. Yang kemudian oleh kementrian pendidikan pengajar dan kebudayaan dirumuskan dalam tujuan pendidikan, untuk mendidik warga Negara sejati yang bersedia menyumbangkan tenaga dan pemikiran untuk Negara dan masyarakat.
Sedangkan manfaat Ilmu Kewarganegaraan adalah pada intinya memperjelas pengetahuan tentang hak dan kewajiban warga Negara sesuai dengan kriteria, ukuran dan ketentuan konstitusi Negara dan juga menumbuhkan kesadran dan sikap warga Negara yang baik.
      Dalam kedudukan sebagai mata kuliah tujuan IKN dalam membekali mahasiswa agar memiliki pengetahuan tentang kedudukan, peranan, dan hak kewajiban warga Negara, sesuai dengan dasar filsafat pancasila.

C.    Sasaran Ilmu Kewarganegaraan
Sasaran atau objek suatu ilmu meliputi objek material dan obyek formal. Obyek material IKN adalah demokrasi politik, demokrasi ekonomi dan demokrasi sosial. Pusat perhatian dalam mengkaji obyek material dimensi” peranan warga Negara” atau hak dan kewajiban sebagai anggota institusi politik Negara .



D.    Civic problem
Proses globalisasi yang membawa dampak positif maupun dampak negatif telah menembus ke segala penjuru dunia tanpa mengenal batas administrasi negara. Oleh karena itu, tindakan preventif yang harus kita lakukan terhadap arus globalisasi yaitu bersikap waspada dan selektif terhadap segala macam arus globalisasi tersebut. Untuk itu kita harus memiliki ketahanan nasional yang kuat.

Sikap selektif dapat diartikan sebagai sikap untuk memiliki dan menentukan alternatif yang terbaik bagi kehidupan diri, lingkungan masyarakat, bangsa, dan negara melalui proses yang berhati-hati, rasional, dan normatif terhadap segala macam pengaruh dari luar sehingga apa yang telah menjadi pilihan dapat diterima oleh semua pihak dengan penuh tanggung jawab.

E.     Ruang Lingkup Ilmu Kewarganegaraan
Berdasar pada pengertian Ilmu Kewarganegaraan sebagaimana telah diuraikan pada bagian terdahulu, tampak bahwa Ilmu Kewarganegaraan dapat dipandang sebagai ilmu yang berdiri sendiri dan sebagai bagian dari Ilmu Politik. Sebagai bagian dari Ilmu Politik, yang menjadi ruang lingkup Civics adalah demokrasi politik. Isi atau materi demokrasi politik (Marian D. Irish), adalah:
1. Konteks ide demokrasi, yang mencakup: teori-teori tentang demokrasi politik, teori majority rule, minority rights, konsep-konsep demokrasi dalam masyarakat, teori demokrasi dalam pemerintahan, pemerintahan yang demokratis.
2. Konstitusi Negara, yang mencakup: sejarah legal status, nation building, identity, integration, penetration, participation, and distribution.
3. Input dari system politik, yang mencakup: arti pendapat umum terhadap kehidupan politik, studi tentang political behavior.
4. Partai Politik dan Pressure Group, yang mencakup: system kepartaian, fungsi partai politik, peranana pressure group, public relation.
5. Pemilihan Umum, yang mencakup: maksud pemilu dalam distribusi kekuasaan, system pemilu.
6. Lembaga-lembaga decision maker, yang mencakup: legislator dan kepentingan masyarakat, peranan policy maker Presiden.
7. Presiden sebagai Kepala Negara/Administrasi Negara, yang mencakup: kedudukan Presiden menurut konstitusi, control lembaga legislative terhadap Presiden dan birokrasi, pemerintahan di bawah konstitusi.
8. Lembaga Yudikatif, yang mencakup: system peradilan dan administrasi peradilan, hakim dan kedudukan seseorang dalam pengadilan,  hubungan badan legislative, eksekutif, dan yudikatif.
9. Output dari system politik, yang mencakup: hak individu dan kemerdekaan individu dalam konstitusi, kebebasan berbicara, pers dan media massa, kebebasan akademik, perlindungan yang sama, cara penduduk Negara memperoleh dan kehilangan kewarganegaraan.
10. Kemakmuran umum dan pertahanan Negara, yang m,encakup: tugas Negara dan warga Negara dalam mencapai kemerdekaan umum, hak-hak memiliki harta kekayaan, politik pajak untuk kemakmuran umum, politik luar negeri dan keselamatan nasional, hubungan internasional.
11. Perubahan social dan demokrasi politik, yang mencakup: demokrasi politik dan pembangunan masa sekarang, mengefektifkan dan mengisi demokrasi politik, tantangan perkembangan sains teknologi.
Sebagai ilmu yang berdiri sendiri, menurut Achmad Sanusi, focus studi Ilmu Kewarganegaraan adalah mengenai kedudukan dan peranan warga Negara dalam menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dan sepanjang batas-batas ketentuan konstitusi Negara yang bersangkutan. Titik tolak Ilmu Kewarganegaraan ada pada individu-individu sebaghai kesatuan mikro. Variable-variabel yang relevan dengan individu sebagai kesatuan mikro adalah kontinum tingkah laku, potensi, kesempatan, hak dan kewajiban, cita-cita, aspirasi, kesadaran usaha dan kegiatan, kemampuan, peranan hasil dan potensi kehidupan bermasyarakat dan bernegara sepanjang ketentuan Pembukaan UUD 1945. Menurut Numan Somantri, objek studi Ilmu Kewarganegaraan adalah warga Negara dalam hubungannya dengan organisasi kemasyarakatan, social, ekonomi, agama, kebudayaan, dan Negara, tingkah laku, tipe pertumbuhan berpikir, potensi, hak dan kewajiban,k cita-cita, aspirasi, kesadaran, partisipasi dan tanggung jawab. Dikaitykan dengan kedudukannya sebagai mata kuliah pada program studi, Soedibjo (1990) berpendapat bahwa materi Ilmu Kewarganegaraan mencakup segala pengetahuan tentang kedudukan, peranan, hak dan kewajiban warga Negara Indonesia sesuai dengan dasar filsafat Pancasila, Pembukaan dan Btang Tubuh UUD 1945. Materi-materi yang dimaksud, antara lain:
1. Pengertian Ilmu Kewarganegaraan
2. Sejarah perkembangan Civics di Amerika Serikat
3. Sejarah perkembangan Civics di Indonesia
4. Objek studi, metode, sistematika dan tujuan Ilmu Kewarganegaraan
5. Ruang lingkup Ilmu Kewarganegaraan
6. Pengertian Negara, unsure-unsur Negara, cara timbul dan lenyapnya Negara.
7. Pengertian warga Negara, orang asing, penduduk, rakyat dan bangsa.
8. Azas-azas kewarganegaraan, bipatride-apatride, hak opsi, hak repudiasi.
9. Kewarganegaraan Republik Indonesia
10. Hak-hak azasi dan hak-hak serta kewajiban warga Negara berdasar pancasila dan UUD 1945
11. Peranan rakyat dalam pemerintahan dan pembangunan suatu bangsa
12. Kepentingan pribadi dan kepentingan umum
13. Wilayah Negara Indonesia dan Zona Ekonomi Eksklusif.

F.     Ilmu Kewarganegaraan sebagai Multidisiplin Ilmu
Pendidikan kewarganegaraan dalam pengertian sebagai citizenship education, secara substantif dan pedagogis didesain untuk mengembangkan warganegara yang cerdas dan baik (smart and good citizenship) untuk seluruh jalur dan jenjang pendidikan. . Sampai saat ini bidang itu sudah menjadi bagian inheren dari instrumentasi serta praksis pendidikan nasional Indonesia dalam lima status. Pertama, sebagai mata pelajaran di sekolah. Kedua, sebagai mata kuliah di perguruan tinggi. Ketiga, sebagai salah satu cabang pendidikan disiplin ilmu pengetahuan sosial dalam kerangka program pendidikan guru. Keempat, sebagai program pendidikan politik yang dikemas dalam bentuk Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Penataran P4) atau sejenisnya yang pernah dikelola oleh Pemerintah sebagai suatu crash program. Kelima, sebagai kerangka konseptual dalam bentuk pemikiran individual dan kelompok pakar terkait, yang dikembangkan sebagai landasan dan kerangka berpikir mengenai pendidikan kewarganegaraan dalam status pertama, kedua, ketiga, dan keempat. Sebagai salah satu cabang pendidikan disiplin ilmu pengetahuan sosial dalam kerangka program pendidikan guru dalam statusnya yang ketiga yakni sebagai pendidikan disiplin ilmu (Somantri:1998), pendidikan kewarganegaraan merupakan program pendidikan disiplin ilmu sosial sebagai program pendidikan guru mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan di LPTK (IKIP/ STKIP/ FKIP) Jurusan atau Program Studi Civics dan Hukum pada tahun 1960-an, atau Pendidikan Moral Pancasila dan Kewarganegaraan (PMPKn) pada saat ini. Bila dikaji dengan cermat, rumpun mata kuliah pendidi¬kan kewarganegaraan dalam program pendidikan guru tersebut pada dasarnya merupakan program pendidikan disiplin ilmu pengetahuan sosial bidang pendidikan kewarganegaraan.
Secara konseptual pendidikan disiplin ilmu ini memusatkan perhatian pada program pendidikan disiplin ilmu politik, sebagai substansi induknya. Secara kurikuler program pendidikan ini berorientasi kepada pengadaan dan peningkatan kemampuan profesional guru pendidikan kewarganegaraan. Dampaknya, secara akademis dalam lembaga pendidikan tinggi keguruan itu pusat perhatian riset dan pengembangan cenderung lebih terpusat pada profesionalisme guru. Sementara itu riset dan pengembangan epistemologi pendidikan kewarganegaraan sebagai suatu sistem pengetahuan, belum banyak mendapatkan perhatian. Disiplin ilmu pendidikan lebih kepada pendidikan tentang ilmu pendidikan seperti misalnya fakultas ilmu pendidikan. Sedangkan pendidikan disiplin ilmu mengacu kepada fakultas lainnya seperti pendidikan MIPA, pendidikan IPS, Pendidikan Jasmani, dsb.
Program pendidikan disiplin ilmu bidang studi ilmu sosial dirumuskan sebagai “program pendidikan yang menyeleksi disiplin ilmu-ilmu social dan humaniora yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan” (hlm. 19, Dokumen ISPI, 1995). Rumusan akademik tentang pendidikan disiplin ilmu/bidang studi tersebut bertujuan untuk memberikan manfaat bagi pencapaian tujuan dan program pendidikan, khususnya untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah. Akan tetapi, karena pendidikan keguruan mempunyai fungsi mengembangkan akademik tingkat perguruan tinggi dan harus dapat menerapkannya untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah, maka karakter pendidikan disiplin ilmu yang dibina harus memperhatikan dan mempelajari segala sesuatu yang berkenan dengan sifat peserta didik, kurikulum, buku pelajaran, serta sekolah pada tingkat pendidikan dasar dan menegah.
Sama halnya dengan disiplin ilmu pendidikan, pendidikan disiplin ilmu atau bidang studi harus merujuk kepada tiga unsur disiplin ilmu, yakni;
1. A community of scholars who choose to call themselves by a particular name,
2. A body of thinking, speaking and above all, writing by these scholars, which consist of facta, concepts, generalizations and theories,
3. A method of approach to knowledge, i.e process whereby these scholars acquire, organize, and use their knowledge (Dufty, 1986:154)
Rujukan ketiga unsur disiplin ilmu tersebut hendaknya diikuti oleh masyarakat ilmiah ilmu pendidikan yang melalui pendekatan syntactical structure dan conceptual structur menghasilkan berbagai penelitian pendidikan. Pendidikan disiplin bidang studi merupakan suatu synthentic discipline, baik dilihat dari perkembangan akademik IKIP maupun peningkatan mutu pendidikan dasar dan menengah serta kemungkinan penugasan di luar bidang kependidikan sekalipun (Wider mandate, Numan Somantri, 2001)
Disiplin ilmu pendidikan dan pendidikan disiplin ilmu dituntut untuk berinteraksi dalam keseluruhan jaringan ilmu, teknologi, dan seni demi pemecahan masalah pembangunan nasional. Hal ini hanya dapat dilakukan apabila Disiplin Ilmu Pendidikan dan Disiplin Pendidikan ilmu tidak terlalu melihat pendidikan secara mikro seperti prosese belajar mengajar di kelas, melainkan harus meleburkan diri secara makro dan inter-serta trans-disipliner dengan berbagai disiplin ilmu lainnya. Adapun cirri-ciri dari Pendidikan Disiplin Ilmu dalam banyak kepustakaan dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Pendidikan Disiplin Ilmu adalah hasil rekayasa “intercross-, dan trans-discipliner” antara Disiplin Ilmu Pendidikan dengan disiplin ilmu “murni” (di universitas) untuk tujuan pendidikan dasar, menengah, dan Fakultas Pendidikan (bidang studi).
2. Pendidikan Disiplin Ilmu merupakan seleksi, adaptasi, modifikasi dari hubungan inter-discipliner antara Disiplin Ilmu Pendidikan dan disiplin ilmu (universitas) yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan. (NCSS).
3. Pendidikan Disiplin Ilmu “is conceive as the subject matter of the academic disciplines somehow selected, simplifield, adapted, and modified for school instruction” (NCSS).
4. Pendidikan Disiplin Ilmu ada juga yang menyebutnya “middle studies” karena berdiri pada dua disiplin ilmu, yaitu sains dan humaniora (Earl Johnson).
Selanjutnya menurut Numan Somantri (2001): pendidikan Disiplin Ilmu adalah suatu batang tubuh disiplin (baru) yang menyeleksi konsep, generalisasi dan teori dari struktur disiplin-disiplin ilmu (universitas) dan Disiplin Ilmu Pendidikan yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan. Karena tujuan akhir Pendidikan Disiplin Ilmu adalah tujuan pendidikan itu sendiri, maka keterkaitan Pendidikan Disiplin Ilmu ini sangat luas di antaranya dengan agama, filsafat ilmu, filsafat pancasila, sains, teknologi dan masalah-masalah social yang dihadapi.
Sebagai batang tubuh disiplin baru, Pendidikan Disiplin Ilmu tetap memiliki sifat-sifat disiplin ilmu dan berinteraksi dengan disiplin ilmu pendidikan:
1. Pendidikan Disiplin Ilmu harus menciptakan “a community of scholars”.
2. Pendidikan Disiplin Ilmu harus merupakan “a body of thinking, speaking, and above all, writing by these scholars which consist of fact, concepts, generalizations, and theories”.
3. Pendidikan Disiplin Ilmu harus merupakan “a method of approach to knowledge, i.e a process whereby these scholars acquire, organize, and use their knowledge” (Dufty, 1986).
Dalam forum komunikasi Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial di Yogyakarta tahun 1991, dirumuskan tentang Disiplin Ilmu Soaial sebagai berikut:
Pendidikan Disiplin Ilmu Sosial adalah seleksi dari struktur disiplin akademik ilmu-ilmu social yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk mewujudkan tujuan pendidikan FPIPS dalam kerangka pencapaian tujuan nasional yang berdasarkan Pancasila, sesuai dengan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Berkaitan dengan hal di atas maka kedudukan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai bagian dari pendidikan disiplin ilmu social, tidak terlepas dari konsep disiplin ilmu social itu sendiri, Pendidikan Kewarganegaraan merupakan pendidikan disiplin ilmu social yang tidak tidak dapat dipisahkan dari pendidikan disiplin ilmu politik dan hukum yang juga bernaung di bawah pendidikan disiplin ilmu sosial. Pendidikan kewarganegaraan sebagai suatu bentuk kajian lintas-bidang keilmuan ini pada dasarnya telah memenuhi kriteria dasar-formal suatu disiplin (Dufty,1970; Somantri:1993) yakni mempunyai community of scholars, a body of thinking, speaking, and writing; a method of approach to knowledge dan mewadahi tujuan masyarakat dan warisan sistem nilai (Somantri:1993). Ia merupakan suatu disiplin terapan yang bersifat deskriptif-analitik, dan kebijakan-pedagogis. Jika dilihat dari pandangan Kuhn (1970) secara paradigmatik, pendidikan kewarganegaraan baru memasuki pre-paradigmatic phase atau proto science. Untuk dapat menggapai statusnya sebagai normal science diperlukan berbagai penelitian dan pengembangan lebih lanjut oleh anggota komunitas ilmiah “pendidikan kewarganegaraan” sehingga dapat melewati proses artikulasi sosialisasi pengakuan falsifikasi validasi pengakuan sebagai disiplin yang matured. Di samping itu, juga konsep pendidikan kewarganegaraan digunakan sebagai nama suatu bidang kajian ilmiah yang melandasi dan sekaligus menaungi pendidikan kewarganegaran sebagai program pendidikan demokrasi.
Sedangkan Ilmu Kewarganegaraan sebagai disiplin ilmu bertujuan untuk mengemangkan konsep, teori mengenai peranan warga negara dalam berbagai aspek kehidupan. Dengan kata lain berkenaan dengan demokrasi politik yang meliputi hak dan kewajiban, kegiatan dasar manusia, yang diorganisir secara ilmiah, pdagogis, dan psikologis. Sehingga dengan orientasi yang fundamental tersebut, diharapkan terbentuknya warga negara yang baik dapat direalisasikan secara optimal.
Dalam kajiannya sebagai salah satu dari pendidikan disiplin ilmu, istilah Pendidikan Kewarganegaraan sering disamakan dengean Ilmu Kewarganegaraan. Namun sebenarnya, Pendidikan Kewarganegaraan cakupannya lebih luas dari pada Ilmu Kewarganegaraan, terkait dengan tujuan Pendidikan Kewarganegaraan yang merupakan disiplin ilmu sebagai bentuk pembelajaran dari proses dan cara pembinaan terhadap warga negara menjadi warga Negara yang baik dengan acuan disiplin ilmu dari Ilmu kewarganegaraan. karena antara Pendidikan Kewarganegaraan dan Ilmu Kewarganegaraan adalah satu rangkaian disiplin ilmu yang saling berkaitan maka diperlukan sebuah konsep dimana antara Pendidikan Kewarganegaraan dan Ilmu Kewarganegaraan saling mengisi satu sama lain. Sehingga terjalin hubungan konsep yang berkesinambungan.





BAB II
Civic Problem

A.    Semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang Memudar di Masyarakat
Semangat Bhinneka Tunggal Ika sebagai warisan luhur pendiri bangsa terlihat luntur dan memudar. Beberapa faktor penyebabnya seperti disparitas sosial ekonomi sebagai dampak dari pengaruh globalisasi serta mekanisme demokrasi yang baru sebatas prosedural, belum sepenuhnya substansial.
"Implikasi dari faktor itu dapat dilihat dari tingginya kesenjangan sosial. Akibat dari keadaan ini dikhawatirkan akan menimbulkan fanatisme asal daerah, sentimen etnik/rasial, dan berpotensi sebagai bara konflik serta pemicu disintegrasi bangsa,
Masyarakat kini cenderung egois, gengsi dan menganggap bahwa Bhineka Tunggal Ika hanyalah sebuah filsafat kuno. Mereka berpikir bahwa semboyan tersebut tidak mempunyai makna lagi dalam kehidupan yang kekinian dan modern, apalagi sekarang sudah jamannya globlalisasi. Hal itulah yang membuat bangsa Indonesia menjadi berantakan.
Bila kita flasback kembali, sejak masa reformasi, Bhineka Tunggal Ika telah mengalami kemundurannya dan mulai memudar. Masa reformasi seharusnya membawa suatu perubahan menuju arah yang baik dan itu harus berjalan significan. Tetapi yang terjadi adalah reformasi yang tidak tau arah atau reformasi yang keblablasan.  Kala itu sistem otonomi daerah yang berlaku disetiap daerah hanya membawa sistem reformsi yang tidak terkontrol dan tidal berjalan sesuai dengan harapan.
Bisa kita lihat juga bagaimana sikap dan perilaku pemuda Indonesia yang menjadi generasi penerus bangsa sekarang. Mereka kebanyakan tidak mengenal pentingnya memaknai semboyan bangsa Indonesia, Bhineka Tunggal Ika. Adanya budaya barat yang masuk semakin deras di Indonesia secara langsung mengubah pola pikir dan pola tinggkah laku pemuda sekarang. Bahkan, tidak hanya pemuda saja yang terjerumus masuk pada budaya barat, tetapi semua elemen atau tingkatan masyarakat juga tidak luput dari pengaruhnya.
Sungguh ironi sekali. Ideologi Bhineka Tunggal Ika dengan mudahnya terhapus oleh ideologi-ideologi barat yang kini kebanyakan menjadi konsumsi masyarakat Indonesia. Apalagi hal tersebut diperparah dengan pernyataan-pernyataan yang menyebutkan bahwa Bhineka Tunggal Ika adalah kuno alias kampungan dan bukan menjadi suatu kebutuhan lagi bagi masyarakat Indonesia. Dengan bangganya masyarakat sekarang mencintai dan menggilai unsur-unsur budaya barat dan meningglkan unsur-unsur budaya asli bangsa Indonesia. Bagi mereka Bhineka Tunggal Ika telah mati dalam jiwa dan raganya.

B.     Kelebihan dari Bhinneka Tunggal Ika
Bhinneka Tunggal Ika, keberagaman adalah aset utama bangsa Indonesia. Keberagaman ini antara lain tampak dalam bidang seni, budaya, kuliner, dan sejarah. Di antara kelebihan dan kekurangan terkait persepsi tentang Indonesia, keberagaman atau diversity menjadi kekuatan Indonesia yang layak ditonjolkan di dunia internasional.
Kesimpulan itu terangkum dalam paparan hasil studi dan riset Citra Indonesia oleh Kantor Staf Presiden di Bina Graha, Senin, 13 Februari 2017. Seperti diketahui, Presiden Jokowi dua kali menggelar Rapat Terbatas bertema pembentukan Citra Bangsa Indonesia, pada 27 September 2016 dan 3 Februari 2017 lalu.
“Keberagaman adalah keunggulan kita, bahkan Simon Anholt menyebutkan bahwa Bhinneka Tunggal Ika merupakan motto yang paling tepat untuk seluruh bangsa di abad ke-21 ini,” kata Deputi III Kepala Staf Kepresidenan yang membidangi kajian isu ekonomi strategis, Denni Puspa Purbasari.
Berikut manfaat dan semangat dari Bhinneka Tunggal Ika menurut public :
Manfaat     :
·         Tercipta suasana aman, tertib, dan tentram.
·         Pembangunan berjalan lancar.
·         Tercipta lingkungan yang harmonis.
·         Menumbuhkan rasa persaudaraan.

Semangat  :
·         Tidak membeda bedakan teman yang berbeda suku, agama, dan ras
·         Mempertahankan persatuan dan kesatuan wilayah Indonesia;
·         Mengembangkan semangat kekeluargaan;
·         Menghindari penonjolan SARA (Suku, Agama, dan Ras)
C.    Kekurangan dari Bhinneka Tunggal Ika
Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan khas Bangsa Indonesia kini nilai persatuan yang dulu sangat dijunjung mulai luntur. Masyarakat kini sering melupakan nilai persatuan dalam kehidupan mereka sehari – hari. Masih banyak masyarakat yang menganggap dirinya sendiri atau kelompoknya yang paling hebat, sehingga itu dapat menyebabkan konflik di masyarakat. Dan masyarakat sekarang cenderung egois, gengsi dan hanya menganggap Bhineka Tunggal Ika hanyalah sebuah wacana belaka. Sungguh ironis memang bila kita melihat masyarakat yang dulunya menjunjung sekali yang namanya Bhineka Tunggal Ika namun pada saat ini nilai persatuan itu terus berkurang. Dapat kita lihat bagaimana sikap pemuda Indonesia saat ini sebagai penerus bangsa sekarang. Mereka tidak memahami betul yang namanya Bhineka Tunggal Ika. Ini dikarenakan adanya pengaruh budaya luar yang masuk di Indonesia yang mengubah pandangan dan tingkah laku para pemuda kita sekarang ini. Para pemuda lebih mengagung – agungkan budaya barat dan meninggalkan budaya asli Indonesia. Karena mereka tidak memahami apa yang dimaksud dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika, maka banyak kasus tawuran yang terjadi antar pelajar. Tawuran ini terjadi disebabkan oleh pergaulan dan gengsi. Mereka yang salah memilih teman akan ikut terjerumus oleh teman yang dapat membawa pengaruh negatif untuk dirinya sendiri. Dan biasanya juga mereka ikut tawuran karena takut dibilang lemah oleh teman – teman sebayanya atau gengsi yang tinggi.
Lalu apabila Bhineka Tunggal Ika sudah tidak memiliki kedudukan dan tidak dipedulikan lagi maka akan muncul gerakan – gerakan separatisme yang terjadi sekarang ini. Gerakan separatisme ini terjadi karena biasanya mereka tidak puas terhadap kinerja pemerintah maka muncullah ide untuk membentuk suatu gerakan yang memiliki tujuan yang berbeda. Memang mereka yang melakukan gerakan separatisme tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Karena setiap individu terkait pemahaman tentang kemerdekaan dan persatuan tidak bisa sama dan tidak bisa dipaksakan untuk sama. Setiap individu yakin bahwa merekalah yang terbaik dan mereka juga lah yang paling benar. Karena itu merupakan sifat dasar manusia yang tidak pernah puas akan suatu hal. Manusia akan terus ingin mempunyai sesuatu yang belum pernah dimilikinya seperti misalnya kekuasaan. Contoh gerakan separatis yang pernah terjadi di Indonesia yaitu peristiwa pengibaran bendera organisasi RMS ( Republik Maluku Selatan).


D.    Analisis Masalah
Berikut ini beberapa penyebab lunturnya makna Bhinneka Tunggal Ika
1)      Diskriminasi
Bahwa ada masa ketika istilah SARA demikian popular, merupakan pengakuan tidak Iangsung (sekurang-kurangnya) ada masa dimana terjadi diskriminasi ras-etnik di negeri ini.Dalam praktik, pemenuhan hak-hak sipil yang merupakan bagian masyarakat ditandai dengan keturunan Tionghoa, bahkan sampai detik inipun masih terjadi diskriminasi.Pembedaan perlakuan ketika mengurus dokumen paspor, dengan keharusan melampirkan Surat Bukti Kewarganegaraan, merupakan salah satu contoh praktik diskriminasi ras.
Atas praktik semacam itu, Hamid Awaludin dalam acara Dialog Kewarganegaraan dan Persatuan tersebut dengan lantang mengatakan, "Tidak usah mendebat (pejabat imigrasi yang bersangkutan).Catat namanya dan laporkan kepada saya."
Diskriminasi ras-etnik, khususnya terhadap orang-orang Indonesia suku Tionghoa sudah menjadi kisah panjang. Masih segar di ingatan kita, peragaan sikap alergi penguasa terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan suku Tionghoa. Aksara, musik, bahasa, praktik kepercayaan, bahkan ciri-ciri fisikpun dipermasalahkan.
Sebagian orang sekarang menghubungkannya dengan perang dingin yang mempengaruhi hubungan antarnegara saat itu. Tapi jauh sebelum itu, sudah terjadi PP 10 yang membatasi ruang gerak suku Tionghoa yang tinggal di desa-desa sehingga kemudian berlanjut dengan arus "pulang" ke Tiangkok. Sudah terjadi pula imbauan untuk mengganti nama tiga suku dengan ''nama Indonesia''. Sudah terjadi pembatasan pilihan pekerjaan/profesi bagi orang-orang Tionghoa, juga pembatasan masuk universitas-universitas negeri.
Diskriminasi terhadap kaum minoritas di Indonesia masih merupakan masalah aktual. Hal ini seharusnya tidak terjadi lagi, karena dalam masa reformasi ini telah diadakan Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, serta oleh pemerintahpemerintah sejak masa Presiden Habibie, Gus Dur, hingga Megawati telah dikeluarkan beberapa Inpres yang menghapuskan peraturan-peraturan pemerintah sebelumnya khususnya Orde Baru yang bersifat diskriminatif terhadap kebudayaan minoritas, dalam arti adat istiadat, agama dari beberapa suku bangsa minoritas di tanah air. Mengapa hal demikian dapat terjadi terus, seakan-akan rakyat kita sudah tak patuh lagi dengan hukum yang berlaku di negara kita.Untuk menjawab ini, tidak mudah karena penyebabnya cukup rumit, sehingga harus ditinjau dari beberapa unsur kebudayaan, seperti politik dan ekonomi.Dan juga psikologi dan folklornya.

2)      Konflik
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi.perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi.Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
Faktor Penyebab Konflik 
·         Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik.Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
·         Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
·         Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda.Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan.Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menebang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan.Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya.Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya.Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
·         Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya.Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan.Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat yang telah ada.

3)      Egoisme
Egoisme merupakan motivasi untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang hanya menguntungkan diri sendiri. Egoisme berarti menempatkan diri di tengah satu tujuan serta tidak peduli dengan penderitaan orang lain, termasuk yang dicintainya atau yang dianggap sebagai teman dekat. Istilah lainnya adalah "egois". Lawan dari egoisme adalah altruisme.
Hal ini berkaitan erat dengan narsisme, atau "mencintai diri sendiri," dan kecenderungan mungkin untuk berbicara atau menulis tentang diri sendiri dengan rasa sombong dan panjang lebar. Egoisme dapat hidup berdampingan dengan kepentingannya sendiri, bahkan pada saat penolakan orang lain. Sombong adalah sifat yang menggambarkan karakter seseorang yang bertindak untuk memperoleh nilai dalam jumlah yang lebih banyak daripada yang ia memberikan kepada orang lain. Egoisme sering dilakukan dengan memanfaatkan altruisme, irasionalisme dan kebodohan orang lain, serta memanfaatkan kekuatan diri sendiri dan / atau kecerdikan untuk menipu.
Egoisme berbeda dari altruisme, atau bertindak untuk mendapatkan nilai kurang dari yang diberikan, dan egoisme, keyakinan bahwa nilai-nilai lebih didapatkan dari yang boleh diberikan. Berbagai bentuk "egoisme empiris" bisa sama dengan egoisme, selama nilai manfaat individu diri sendirinya masih dianggap sempurna.

4)      Hambatan Dari Dalam
Bung Karno, sang proklamator, pernah berkata, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”
Dalam perkataan beliau, sudah nampak jelas bahwa apa yang menjadi substansi ke depan bagi rakyat Indonesia adalah sebuah perjuangan untuk mengatasi hambatan dari dalam dan bukan lagi dari luar, karena Soekarno sendiri telah menyudahi penjajahan di Indonesia ini dengan memproklamirkan berdirinya Negara Kesatuan Rpublik Indonesia.
Di negara ini, masih banyak yang berjuang atas nama agama, suku, golongan, dan ras. Masing-masing beranggapan bahwa dirinya lebih baik dari yang lain. Hal inilah yang menjadi kesalahan. Adanya perbedaan bukan dipandang sebagai sebuah kekayaan bangsa yang seyogyanya dipertahankan dan dilesatrikan, melainkan dipandang sebagai sesuatu yang bisa menyulut konflik berkelanjutan.
Mengatasi hambatan yang berasal dari luar memang lebih mudah, sebab semua perbedaan bisa segera dihilangkan untuk mengatasi hambatan tersebut. Lain halnya ketika hambatan itu berasal dari dalam, sebab masing-masing kelompok memiliki ego masing-masing.
Apa yang bisa menghentikan ini adalah dengan kembali kepada Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, mengimplementasikan secara serius dan total dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Dua dasar inilah yang akan mempersatukan dan menjawab tantangan Soekarno dalam menghadapi hambatan dari dalam.
Sudah seyogyanya dua dasar ini bukan hanya terletak sebagai sebuah pajangan yang dianggap membanggakan. Tanpa implementasi yang sungguh-sungguh, pajangan ini tidak bisa dikatakan membanggakan, melainkan memalukan karena hanya sebagai sebuah wacana kosong.
Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika tidak boleh dipensiunkan sebagai sebuah dasar negara. Mereka adalah sebuah dasar yang hingga kapanpun tidak bisa dipensiunkan, tidak bisa digantikan, apalagi dihilangkan. Tanpa mereka, Indonesia hanya akan berjalan setapak demi setapak menuju jurang kehancuran.
Di bawah ini merupakan beberapa contoh permasalahan dari lunturnya makna Bhineka Tunggal Ika bagi masyarakat Indonesia :
Bangsa Indonesia untuk kesekian kalinya berduka karena konflik berbau suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) kembali terjadi di sejumlah daerah.
Dengan mengatasnamakan agama, sekelompok orang menyerang kelompok Ahmadiyah di Cikuesik, Pandeglang, Banten, yang menewaskan sebanyak empat orang dan belasan warga Ahmadiyah mengalami luka, pada awal Februari 2011. Bahkan, kekerasan yang dialami kelompok Ahmadiyah tidak hanya terjadi sekali, namun beberapa kali seperti penyerangan warga Ahmadiyah di Bogor, Jawa Barat.
Selain itu, kasus kerusuhan dan perusakan gereja terjadi seusai sidang lanjutan kasus penistaan agama di Pengadilan Negeri Temanggung, Jawa Tengah. Kemudian penyerangan di Pondok Pesantren Yayasan Pendidikan Islam (YAPI) Pasuruan.
Sejumlah konflik SARA yang terjadi beberapa bulan terakhir membuka memori lama yakni kerusuhan di Sambas, Kalimantan Barat, pada awal tahun 1999, dimana antarsuku saling serang, saling tikam dan saling bunuh antara kelompok Madura perantauan dan kelompok lokal.
Konflik Poso pada tahun 2000, tentu masih menyisakan rasa trauma yang mendalam bagi bangsa Indonesia. Walaupun kedua belah pihak berusaha untuk menghentikan pertikaian antara umat Kristen dan Islam, tetapi tak kunjung selesai.
Kasus SARA di Kabupaten Situbondo dan Karawang pada tahun 2006, juga masih membekas di ingatan masyarakat karena banyak gereja dan masjid yang dibakar sebagai akibat konflik SARA yang tidak terselesaikan.
Dan tentu masih jelas dalam ingatan adanya daerah-daerah yang ingin melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Seperti Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Republik Maluku Selatan (RMS), dan Organisasi Papua Merdeka(OPM). Sangat tampak ini adalah karena lunturnya makna bhineka tunggal ika.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang mengakui banyak perbedaan dan seharusnya tidak ada konflik yang berujung pada kekerasan, ketika semua pihak memahami semboyan Bhineka Tunggal Ika tersebut.
Dalam resolusi konflik biasanya masyarakat berupaya mencari jalan keluar dengan meminimalisasi sebuah konflik, karena ada nilai-nilai yang mengatur dan dikenal dengan istilah bentuk perdamaian atau "mode of peace". Di Indonesia, 'mode of peace' yang menghargai perbedaan sudah terdegradasi.
Sejauh ini, dalam pembangunan kebangsaan yang menghormati perbedaan dan menjunjung tinggi toleransi sudah terkikis. Apabila hal tersebut dibiarkan maka sengketa atau konflik mudah saja terjadi..
Ketika sebuah negara hukum sudah membuat aturan maka "rule of the game" harus dipatuhi semua pihak dan negara menegakkan aturan tersebut, bukan sebaliknya.
Apabila orientasi suatu bangsa dapat menjunjung nilai-nilai kebangsaan maka persoalan atau konflik dapat terabaikan. Kesepakatan nasionalisme yang diikuti dengan sanksi tegas dituangkan dalam kesepakatan hukum yang harus dipatuhi bersama.

E.     Pendapat/Kesimpulan
Kesimpulan dari artikel ini adalah, Indonesia sekarang ini yang sudah tampak kecondongan terpecah belah, individualis dengan dalih otonomi daerah,perbedaan SARA, tidak lagi muncul sifat tolong menolong atau gotong royong, semangat “Bhinneka Tunggal Ika” perlu untuk di sosialisasikan lagi. Bhineka Tunggal Ika mulai luntur, banyak anak muda yang tidak mengenalnya, banyak orang tua lupa akan kata-kata ini, banyak birokrat yang pura-pura lupa, sehingga ikrar yang ditanamkan jauh sebelum Indonesia Merdeka memudar, seperti pelita kehabisan minyak.
Sumpah Pemuda hanya sebagai penghias bibir sebagian orang, dan bagi sebagian orang hanya dilafaskan pada saat memperingati hari sumpah pemuda setiap 28 Oktober. Tetapi bagi sebagian yang muda hanya sebagai pelajaran sejarah yang hanya dipelajari di sekolah-sekolah. Api dari Persatuan Indonesia melalui “Bhinneka Tunggal Ika” perlu untuk dinyalakan lagi di hati anak bangsa.
Ingat apa yang pernah disampaikan oleh Bung Karno dalam salah satu pidatonya “JANGAN WARISI ABU DARI PERJUANGAN INDONESIA !, JANGAN WARISI ABUNYA!!!, tetapi WARISILAH API DARI PERJUANGAN INDONESIA!!!”

F.     Menurut Teori
Berdasarkan Wikipedia Bahasa Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika adalah moto atau semboyan Indonesia. Frasa ini berasal dari bahasa Jawa Kuna dan seringkali diterjemahkan dengan kalimat “Berbeda-beda tetapi tetap satu”. Jika diterjemahkan per patah kata, kata bhinneka berarti "beraneka ragam" atau berbeda-beda. Kata neka dalam bahasa Sanskerta berarti "macam" dan menjadi pembentuk kata "aneka" dalam Bahasa Indonesia. Kata tunggal berarti "satu". Kataika berarti "itu". Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu", yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.
Bhinneka Tunggal Ika terdapat dalam  Garuda Pancasila   sebagai Lambang Negara Republik Indonesia. Lambang negara Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika  Lambang negara Indonesia berbentuk burung Garuda yang kepalanya menoleh ke sebelah kanan (dari sudut pandang Garuda), perisai berbentuk menyerupai jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu” ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. Lambang ini dirancang oleh Sultan Hamid II dari Pontianak, yang kemudian disempurnakan oleh Presiden Soekarno dan diresmikan pemakaiannya sebagai lambang negara pertama kali pada Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat tanggal 11 Februari 1950. Penggunaan lambang negara diatur dalam UUD 1945 pasal 36A dan UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. (LN 2009 Nomor 109, TLN 5035). Sebelumnya lambang negara diatur dalam Konstitusi RIS, UUD Sementara 1950, dan Peraturan Pemerintah No. 43/1958.
Pasal 36 A, yaitu Lambang Negara Ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika dan Pasal 36 B: Lagu Kebangsaaan ialah Indonesia Raya. Menurut risalah sidang MPR tahun 2000, bahwa masuknya ketentuan mengenai lambang negara dan lagu kebangsaan kedalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang melengkapi pengaturan mengenai bendera negara dan bahasa negara yang telah ada sebelumnya merupakan ikhtiar untuk memperkukuh kedudukan dan makna atribut kenegaraan ditengah kehidupan global dan hubungan internasional yang terus berubah.Dengan kata lain, kendatipun atribut itu tampaknya simbolis, hal tersebut tetap penting, karena menunjukkan identitas dan kedaulatan suatu negara dalam pergaulan internasional. Atribut kenegaraan itu menjadi simbol pemersatu seluruh bangsa Indonesia ditengah perubahan dunia yang tidak jarang berpotensi mengancam keutuhan dan kebersamaan sebuah negara dan bangsa tak terkecuali bangsa dan negara Indonesia.
Kalimat Bhinneka Tunggal Ika terdapat dalam buku Sutasoma, karangan Mpu Tantular pada masa kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14. Dalam buku Sutasoma (Purudasanta), pengertian Bhinneka Tunggal Ika lebih ditekankan pada perbedaan bidang kepercayaan juga keanekaragam agama dan kepercayaan di kalangan masyarakat Majapahit
Secara harfiah pengertian Bhinneka Tunggal Ika adalah Berbeda-beda tetapi Satu Itu.  Adapun makna Bhinneka Tunggal Ika  adalah  meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.
Kata Bhineka Tunggal Ika dapat pula dimakna bahwa  meskipun bangsa dan negara Indonesia terdiri atas beraneka ragam suku bangsa yang memiliki kebudayaan dan adat-istiadat yang bermacam-macam serta beraneka ragam kepulauan wilayah negara Indonesia namun keseluruhannya itu merupakan suatu persatuan yaitu bangsa dan negara Indonesia. Keanekaragaman tersebut bukanlah merupakan perbedaan yang bertentangan namun justru keanekaragaman itu bersatu dalam satu sintesa yang pada gilirannya justru memperkaya sifat dan makna persatuan bangsa dan negara Indonesia.
Bagi bangsa Indonesia semboyan Bhineka Tunggal Ika merupakan dasar untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan Indonesia. Perwujudan semboyan Bhineka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari dilakukan dengan cara hidup saling menghargai antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya tanpa memandang suku bangsa,agama,bahasa,adat istiadat, warna kulit dan lain-lain. Seperti di ketahui Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau dimana setiap daerah memiliki adat istiadat,bahasa,aturan,kebiasaan dan lain-lain yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya tanpa adanya kesadaran sikap untuk menjaga Bhineka tunggal Ika pastinya akan terjadi berbagai kekacauan di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika kita harus membuang jauh-jauh sikap mementingkana dirinya sendiri atau daerahnya sendiri tanpa perduli kepentngan bersama. Bila hal tersebut terjadi pastinya negara kita ini akan terpecah belah.Oleh sebab itu marilah kita jaga bhineka tunggal ika dengan sebaik-baiknya agar persatuan bangsa dan negara Indonesia tetap terjaga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar