PRAGMATISME
A.
Pengertian Pragmatisme
Menurut
Kamus Ilmiah Populer, Pragmatisme adalah aliran filsafat yang menekankan
pengamatan penyelidikan dengan eksperimen (tindak percobaan), serta kebenaran
yang mempunyai akibat – akibat yang memuaskan. Sedangkan, definisi Pragmatisme
lainnya adalah hal mempergunakan segala sesuatu secara berguna.
Sedangkan
menurut istilah adalah berasal dari bahasa Yunani “ Pragma” yang berarti
perbuatan ( action) atau tindakan (practice). Isme sendiri berarti ajaran atau
paham. Dengan demikian Pragmatisme itu berarti ajaran yang menekankan bahwa
pemikran itu menuruti tindakan.
Aliran ini
bersedia menerima segala sesuatu, asal saja hanya membawa akibat praktis.
Pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistis semua bisa diterima sebagai
kebenaran dan dasar tindakan asalkan membawa akibat yang praktis yang
bermanfaat. Dengan demikian, patokan pragmatisme adalah “manfaat bagi hidup
praktis”. Pragmatisme memandang bahwa kriteria kebenaran ajaran adalah “faedah”
atau “manfaat”. Suatu teori atau hipotesis dianggap oleh Pragmatisme benar
apabila membawa suatu hasil. Dengan kata lain, suatu teori itu benar kalau
berfungsi (if it works).
Kata
pragmatisme sering sekali diucapkan orang. Orang-orang menyebut kata ini biasanya
dalam pengertian praktis. Jika orang berkata, Rencana ini kurang pragmatis,
maka maksudnya ialah rancangan itu kurang praktis. Pengertian seperti itu tidak
begitu jauh dari pengertian pragmatisme yang sebenarnya, tetapi belum
menggambarkan keseluruhan pengertian pragmatisme.
Pragmatisme
adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu
ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.
Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua.
Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua.
B.
Tokoh-tokoh
Filsafat Pragmatisme
1. Charles
Sanders Peirce
Charles
mempunyai gagasan bahwa suatu hipotesis (dugaan sementara/ pegangan dasar) itu
benar bila bisa diterapkan dan dilaksanakan menurut tujuan kita. Horton dan
Edwards di dalam sebuah buku yang berjudul Background of American literary
thought(1974) menjelaskan bahwa peirce memformulasikan (merumuskan) tiga
prinsip-prinsip lain yang menjadi dasar bagi pragmatisme sebagai berikut :
a. Bahwa
kebenaran ilmu pengetahuan sebenarnya tidak lebih daripada kemurnian opini
manusia.
b. Bahwa apa
yang kita namakan “universal “ adalah yang pada akhirnya setuju dan mnerima
keyakinan dari “community of knowers “
c. Bahwa
filsafat dan matematika harus di buat lebih praktis dengan membuktikan bahwa
problem-problem dan kesimpulan-kesimpulan yang terdapat dalam filsafat dan
matematika merupakan hal yang nyata bagi masyarakat(komunitas).
2.
William James
William selain menamakan filsafatnya
dengan “pragmatisme”, ia juga menamainya “empirisme radikal”.
Menurut James, pragatisme adalah
aliran yang mengajarkan bahwa yag benar ialah apa yang membuktikan dirinya
sebagai yang benar dengan perantaraan yang akibat-akibatnya yang bermanfaat
secara praktis. Aliran ini bersedia menerima segala sesuatu asal saja membawa
akibat praktis, misalnya pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistik,
semuanya bisa diterima sebagai kebenaran, dan dasar tindakan asalkan membawa
akibat yang praktis yang bermanfaat.
Sedangkan empirisme radikal adalah
suatu aliran yang harus tidak menerima suatu unsur alam bentuk apa pun yang
tidak dialami secara langsung.
Dalam bukunya The Meaning of The Truth, James mengemukakan tidak ada kebenaran mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri dan terlepas dari segala akal yang mengenal, melainkan yang ada hanya kebenaran-kebenaran ‘plural’. Yang dimaksud kebenaran-kebenaran plural adalah apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman khusus yang setiap kali dapat diubah oleh pengalaman berikutnya.
Dalam bukunya The Meaning of The Truth, James mengemukakan tidak ada kebenaran mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri dan terlepas dari segala akal yang mengenal, melainkan yang ada hanya kebenaran-kebenaran ‘plural’. Yang dimaksud kebenaran-kebenaran plural adalah apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman khusus yang setiap kali dapat diubah oleh pengalaman berikutnya.
Menurut James, ada dua hal kebenaran
yang pokok dalam filsafat yaitu Tough Minded dan Tender Minded. Tough Minded
dalam mencari kebenaran hanya lewat pendekatan empirirs dan tergantung pada
fakta-fakta yang dapat ditangkap indera.Sementara, Tender Minded hanya mengakui
kebenaran yang sifatnya berada dalam ide dan yang bersifat rasional.
Menurut James, terdapat hubungan
yang erat antara konsep pragmatisme mengenai kebenaran dan sumber kebaikan.
Selama ide itu bekerja dan menghasilkan hasil-hasil yang memuaskan maka ide itu
bersifat benar. Suatu ide dianggap benar apabila dapat memberikan keuntungan
kepada manusia dan yang dapat dipercayai tersebut membawa kearah kebaikan.
Disamping itu pula, William James
mengajukan prinsip-prinsip dasar terhadap pragmatisme, sebagai berikut:
a. Bahwa dunia tidak hanya terlihat
menjadi spontan, berhenti dan tak dapat di prediksi tetapi dunia benar adanya.
b. Bahwa kebenaran tidaklah melekat
dalam ide-ide tetapi sesuatu yang terjadi pada ide-ide daam proses yang dipakai
dalam situasi kehidupan nyata.
c. Bahwa
manusia bebas untuk meyakini apa yang menjadi keinginannya untuk percaya pada
dunia, sepanjang keyakinannya tidak berlawanan dengan pengalaman praktisny
maupun penguasaan ilmu pengetahuannya.
d. Bahwa
nilai akhir kebenaran tidak merupakan satu titik ketentuan yang absolut, tetapi
semata-mata terletak dalam kekuasaannya mengarahkan kita kepada
kebenaran-kebenaran yang lain tentang dunia tempat kita tinggal didalamnya
(Horton dan Edwards, 1974:172).
3.
John Dewey
Dewey adalah seorang pragmatis,
namun ia lebih suka menyebut sistemnya dengan istilah Instrumentalis.
Menurutnya, tujuan filsafat adalah untuk mengatur kehidupan dan aktivitas
manusia secara lebih baik, untuk didunia dan sekarang. Tegasnya, tugas
fiilsafat yang utama ialah memberikan garis-garis pengarahan bagi perbuatan
dalam kenyataan hidup. Oleh karena itu, filsafat tidak boleh tenggelam dalam
pemikiran-pemikiran metafisis yang tiada faedahnya. Filsafat harus berpijak
pada pengalaman (experience) , dan menyelidiki serta mengolah pengalaman itu
secara aktif kritis. Dengan demikian, filsafat akan dapat menyusun suatu system
norma-norma dan nilai.
Instrumentalisme adalah suatu usaha
untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep,
pertimbangan-pertimbangan penyimpulan
penyimpulan dalam bentuknya yang
bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran
berfungsi dalam penemuan-penemuan yang berdasarkan pengalaman-penglaman yang
berdasarkan pengalaman yang mengenai konsekuensi-konsekuensi di masa depan.
Sehubungan hal diatas, menurut
Dewey, penyelidikan adalah transformasi yang terawasi atau terpimpin dari suatu
keadaan yang tak menentu menjadi suatu keadaan yang tertentu. Oleh karena itu,
penyelidakan dengan penilainnya adalah alat( instrumental) . jadi yang di
maksud dengan instrumentalisme adalah suatu usaha untuk menyusun suatu teori
yang logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan,
penyimpulan-penyimpulandalam bentuknya yag bermacam-macam. Menurut Dewey, kita
hidup dalam dunia yang belum selesai penciptaanya. Sikap Dewey dapat dipahami
dengan sebaik-baiknya dengan meniliti tiga aspek dari yang kita namakan
instrumentalisme.
• Pertama,
kata temporalisme yang berarti ada gerak dan kemajuan nyata dalam waktu.
• Kedua,
kata futurisme, mendorong kita untuk melihat hari esok dan tidak pada hari
kemarin.
• Ketiga,
milionarisme, berarti bahwa dunia dapat dibuat lebih baik dengan tenaga kita.
Pandangan ini juga dianut oleh wiliam James.
C. Filsafat
Pragmatisme dalam Pendidikan
Sejak dahulu
hingga dewasa ini, dunia pendidikan selalu membuka diri terhadap kemungkinan
diterapkannya suatu format pendidikan yang ideal untuk menjawab permasalahan
global.Banyak teori telah diadopsi untuk mencapai tujuan tersebut.Termasuk
teori pragmatis dari aliran Filsapat pragmatisme mencoba mengisi ruang dan
waktu untuk turut mencari solusi terbaik terhadap model pendidikan yang
dianggap selangkah ketinggalan dengan perkembangan pola pikir manusia itu
sendiri.
Seiring dengan
perkembangan, dunia pendidikan berupaya menyelaraskan antara eksplorasi pikiran
manusia dengan solusi tindakan bersama perangkatnya untuk mencapai puncak
temuan. Di bawah ini akan diuraikan arah dan tujuan pendidikan pragmatisme.
D.
Implikasi
Pragmatisme Dalam Pendidikan
1.
Tujuan Pendidikan
Filosof paragmatisme berpendapat bahwa pendidikan harus
mengajarkan seseorang tentang bagaimana berfikir dan menyesuaikan diri terhadap
perubahan yang terjadi di dalam masyarakat. Sekolah harus bertujuan untuk
mengembangkan pengalaman-pengalaman yang akan memungkinkan seseorang terarah
kepada kehidupan yang baik.
Tujuan-tujuan
pendidikan tersebut meliputi:
a. Kesehatan yang baik
b. Keterampilan-keterampilan dan kejujuran dalam bekerja
c. Minat dan hobi untuk kehidupan yag menyenangkan
d. Persiapan untuk menjadi orang tua
e. Kemampuan untuk bertransaksi secara efektif dengan
masalah-masalah sosial
Tambahan tujuan khusus pendidikan di atas yaitu untuk
pemahaman tentang pentingnya demokrasi.Menurut pragmatisme pendidikan hendaknya
bertujuan menyediakan pengalaman untuk menemukan/memecahkan hal-hal baru dalam
kehidupan peribadi dan kehidupan sosial.
2.
Kurikulum
Menurut
para filosof paragmatisme, tradisi demokrasi adalah tradisi memperbaiki diri
sendiri (a self-correcting trdition). Pendidikan berfokus pada kehidupan yang
baik pada masa sekarang dan masa yang akan datang. Kurikilum pendidikan
pragmatisme “berisi pengalaman-pengalaman yang telah teruji, yang sesuai dengan
minat dan kebutuhan siswa. Adapun kurikulum tersebut akan berubah.
3.
Metode Pendidikan
Ajaran
pragmatisme lebih mengutamakan penggunaan metode pemecahan masalah (problem solving method) serta metode
penyelidikan dan penemuan (inquiri and
discovery method). Dalam praktiknya (mengajar), metode ini membutuhkan
guru yang memiliki sifat pemberi kesempatan, bersahabat, seorang pembimbing,
berpandangan terbuka, antusias, kreatif, sadar bermasyarakat, siap siaga,
sabar, bekerjasama, dan bersungguh-sungguh agar belajar berdasarkan pengalaman
dapat diaplikasikan oleh siswa dan apa yang dicita-citakan dapat tercapai.
4.
Peranan Guru dan Siswa
Dalam pembelajaran, peranan guru bukan “menuangkan”
pengetahuanya kepada siswa. Setiap apa yang dipelajari oleh siswa haruslah
sesuai dengan kebutuhan, minat dan masalah pribadinya. Pragmatisme menghendaki
agar siswa dalam menghadapi suatu pemasalahan, hendaknya dapat merekonstruksi
lingkungan untuk memecahkan kebutuhan yang dirasakannya.
Untuk membantu siswa guru harus berperan:
a. Menyediakan berbagai pengalaman yang akan memuculkan
motivasi. Film-film, catatan-catatan, dan tamu ahli merupakan contoh-contoh
aktivitas yang dirancang untuk memunculkan minat siswa.
b. Membimbing
siswa untuk merumuskan batasan masalah secara spesifik.
c. Membimbing merencanakan tujuan-tujuan individual dan
kelompok dalam kelas guna memecahkan suatu masalah.
d. Membantu para siswa dalam mengumpulkan informasi
berkenaan dengan masalah.
e. Bersama-sama kelas mengevaluasi apa yang telah
dipelajari, bagaimana mereka mempelajarinya, dan informasi baru yang ditemukan
oleh setiap siswa.
Edward J. Power (1982) menyimpulkan pandangan pragmatisme
bahwa “Siswa merupakan organisme rumit yang mempunyai kemampuan luar biasa
untuk tumbuh, sedangkan guru berperan untuk memimpin dan membimbing pengalaman
belajar tanpa ikut campur terlalu jauh atas minat dan kebutuhan siswa”.
Callahan dan Clark menyimpulkan bahwa orientasi
pendidikan pragmatisme adalah progresivisme.Artinya, pendidikan pragmatisme
menolak segala bentuk formalisme yang berlebihan dan membosankan dari
pendidikan sekolah yang tradisional.Anti terhadap otoritarianisme dan
absolutisme dalam berbagai bidang kehidupan.
E.
Sifat-sifat
Pragmatisme
Pragmatisme mempunyai dua sifat, yaitu merupakan kritik
terhadap pendekatan ideologis dan prinsip pemecahan masalah. Sebagi kritik
terhadap pendekatan ideologis, pragmatisme mempertahankan relevansi sebuah
ideologi bagi pemecahan, misalnya fungsi pendidikan. Pragmatisme mengkritik
segala macam teori tentang cita-cita, filsafat, rumusan-rumusan abstrak yang
sama sekali tidak memiliki konsekuansi praktis. Bagi kaum pragmatis, yang
penting bukan keindahan suatu konsepsi melainkan hubungan nyata pada pendekatan
masalah yang dihadapi masyarakat. Sebagai prinsip pemecahan masalah,
pragmatisme mengatakan bahwa suatu gagasan atau strategi terbukti benar apabila
berhasil memecahkan masalah yang ada, mengubah situasi yang penuh keraguan dan
keresahan sedemikian rupa, sehingga keraguan dan keresahan tersebut hilang.
Dalam kedua sifat tersebut terkandung segi negatif
pragmatisme dan segi-segi positifnya. Pragmatisme, misalnya, mengabaikan
peranan diskusi. Justru di sini muncul masalah, karena pragmatisme membuang
diskusi tentang dasar pertanggungjawaban yang diambil sebagai pemecahan atas
masalah tertentu. Sedangkan segi positifnya tampak pada penolakan kaum
pragmatisterhadap perselisihan teoritis,serta pembahasan nilai-nilai yang
berkepanjangan sesegera mungkin mengambil tindakan langsung
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan pragmatisme berwatak humanis, dan manusia adalah ukuran segala-galanya.Rasio manusia tidak pernah
terpisah dari dunia, bahkan menjadi bagian dari dunia itu sendiri. Pengetahuan
manusia harus dinilai dan diukur dengan kehidupan praktis, serta benar tidaknya
hasil pikiran manusia akan terbukti di dalam penggunaannya dalam praktek. Jadi,
suatu teori dikatakan benar jika berfungsi praktis bagi kehidupan manusia.
Pragmatisme tidak menaruh perhatian terhadap suatu nilai yang tidak
empiris.Konsep pendidikan pragmatisme adalah, pendidikan bertujuan untuk
mendewasakan anak menjadi manusia yang mandiri, bertanggung-jawab, dan dapat
memecahkan persoalan hidupnya sendiri.Pendidikan harus dilangsungkan di tempat
dimana anak berada.Kurikulum yang digunakan setiap pelajaran tidak boleh
terpisah-pisah, tetapi merupakan satu kesatuan, dan pengalaman di sekolah
selalu dipadukan dengan pengalaman di luar sekolah.Masalah yang diangkat oleh
guru di kelas adalah masalah-masalah aktual yang menarik minat anak atau
menjadi pusat perhatian anak.Demikian pula metode yang diterapkan oleh guru
adalah metode disiplin bukan kekuasaan, karena metode kekuasaan cenderung
memaksakan anak untuk mengikuti kehendak guru.
Dalam pendidikan pragmatisme, semua materi yang akan disajikan harus
berdasarkan fakta-fakta yang sudah diobservasi, dipahami, serta dibicarakan
sebelumnya, serta materi tersebut dimungkinkan mengandung ide-ide yang dapat
mengembangkan situasi untuk mencapai tujuan.
Peran guru dalam pendidikan pragmatisme hanyalah sebagai fasilitator dan
motivator kegiatan anak.Semua kegiatan
anak dilakukan sendiri seiring dengan minat dan kebutuhan yang dipilih, tetapi
guru tetap memberikan arahan yang memungkinkan anak berkembang sesuai dengan
bakat dan minat yang dimiliki.
B.
Saran
Berdasarkan beberapa pemaran yang telah disampaikan diatas,
diharapakan pembaca dapat lebih memahami tentang filsafat, terutama mengenai
aliran pragmatisme. Sehingga pembaca dapat mengambil hal-hal positip.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar